Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan bahwa upaya meningkatkan perlindungan konsumen lintas batas yang baik dan memadai akan membantu mewujudkan Indonesia Emas yaitu menuju PDB 7.000 triliun dolar AS pada 2045.

"Peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menuju 7.000 triliun dolar pada tahun 2045 perlu didukung kepercayaan bertransaksi. Hal ini didukung data bahwa 56 persen GDP Indonesia tahun 2018 ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga," kata Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan, peningkatan PDB dan perkembangan ekonomi digital membuat transaksi ekonomi yang terjadi semakin banyak, cepat, mudah dan lebih tersebar sampai ke pelosok sehingga hal tersebut ke depannya juga berpotensi meningkatkan terjadinya komplain dan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.

Rolas mengemukakan, pihaknya telah menemui Consumer Affair Agency of Japan guna membuka peluang baik pendalaman atas permasalahan penanganan sengketa melalui Resolusi Perselisihan Daring (Online Dispute Resolution/ODR) maupun untuk kerja sama pembangunan ODR lebih lanjut sehingga bisa menjadi solusi penanganan sengketa lintas batas khususnya antara Indonesia dan Jepang.


Baca juga: Sepanjang 2019, aduan masyarakat melonjak 300 persen

Disebutkan, beberapa potensi kendala perlindungan konsumen di era digital yang terjadi saat ini yaitu penyesuaian kebijakan akibat teknologi yang cepat berubah, penguatan kerja sama lintas batas, peningkatan dampak penarikan produk di era digital, penyelesaian sengketa secara online sebagai solusi pemulihan hak yang cepat dan efisien serta perlindungan konsumen yang rentan di era digital.

Hal itu ditunjang dengan banyaknya pengguna digital di Indonesia yaitu sebanyak 268,2 juta, namun yang menggunakan mobile phone lebih besar yaitu 355,5 juta (penetrasi 132,55 persen populasi), pengguna internet 150 juta, pengguna sosial media yang aktif 150 juta, dan pengguna mobile sosial media 130 juta.

Rolas mengingatkan bahwa dengan meningkatnya transaksi digital berpotensi meningkatkan permasalahan sengketa konsumen secara online, maka dari itu diperlukan penerapan ODR yang bisa menangani pengaduan dengan cepat dan efisien di Indonesia sebagai cakrawala baru di bidang penyelesaian sengketa konsumen.

Menurut National Consumer Affairs Center of Japan (NCAC) dari tiga tahun terakhir terdapat peningkatan pengaduan melalui ODR di mana tahun 2016 terdapat 891.000 pengaduan, tahun 2017 sejumlah 941.000 pengaduan, dan tahun 2018 sejumlah 992.000 pengaduan.

Baca juga: BPKN himpun masukan untuk Stranas Perlindungan Konsumen

Selain itu, pada tahun 2018 ada 5.882 kasus yang dikemukakan oleh NCAC terkait pengaduan lintas batas, namun ada 43 persen permasalahan yang tidak dapat terselesaikan dikarenakan lokasi pelaku usaha tidak bisa ditemukan. Juga terungkap pengaduan tertinggi yang diterima dari sektor barang dan jasa sebanyak 23 persen terkait perangkat lunak.

Secara garis besar permasalahan transaksi lintas batas 62 persen didominasi oleh permasalahan pemutusan kontrak secara sepihak dan terdapat barang palsu serta dugaan penipuan. Kartu kredit menjadi metode pembayaran pembelian barang/jasa lintas batas yang paling banyak memiliki permasalahan, sejumlah 4.344 (74 persen) dari total pengaduan. Sebagian besar transaksi lintas batas didominasi oleh e-commerce.

"Mengacu kepada pengalaman Jepang, pembangunan Online Dispute Resolution (ODR) merupakan keniscayaan bagi perlindungan konsumen di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk dan kepulauan yang besar ke depan," katanya.


Baca juga: OJK sosialisasikan mekanisme pengaduan masalah untuk lindungi konsumen
Baca juga: BPKN dorong pemerintah rampungkan UU Perlindungan Data Pribadi

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020