Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Yogyakarta memutuskan untuk kembali memperpanjang moratorium penerbitan izin pembangunan hotel baru selama satu tahun melalui Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 111 Tahun 2019.

“Moratorium tetap diperpanjang satu tahun hingga akhir Desember tahun ini. Ada beberapa pertimbangan dalam menetapkan kebijakan ini,” kata Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, setidaknya ada tiga pertimbangan dalam memutuskan perpanjangan moratorium izin pembangunan hotel baru yaitu menjaga agar perkembangan industri perhotelan di Yogyakarta tetap kondusif, pertimbangan kondisi infrastruktur transportasi di Kota Yogyakarta yang perlu ditingkatkan, dan kepentingan konsolidasi lingkungan.

“Dalam aturan baru tersebut, yang diubah hanya jangka waktu moratoriumnya saja. Untuk kebijakan lain tetap sama seperti peraturan wali kota sebelumnya,” kata Haryadi merujuk pada Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 85 Tahun 2018 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.

Baca juga: Pemkot Yogyakarta: Belum ada pengajuan izin bangun hotel bintang empat

Pemerintah Kota Yogyakarta sudah menjalankan moratorium penerbitan izin hotel baru sejak 2014.

Ia menyebut, moratorium penerbitan izin pembangunan hotel tersebut tetap dikecualikan untuk pengembangan hotel yang sudah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) sebelumnya, pembangunan hotel bintang empat dan lima, pembangunan pengembangan fasilitas Stasiun Tugu, dan perubahan fungsi bangunan menjadi bangunan untuk usaha akomodasi selain hotel seperti “guest house” atau “home stay”.

Persyaratan khusus mengenai pembangunan hotel bintang empat dan lima diatur tersendiri melalui Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 42 Tahun 2019.

Sementara itu, Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranawa Eryana mengatakan tidak mempermasalahkan munculnya peraturan wali kota terbaru terkait moratorium penerbitan izin pembangunan hotel baru dan siap mengawal kebijakan tersebut.

Baca juga: AP I bangun hotel bintang tiga di Bandara Internasional Yogyakarta

“Celah dari aturan itu pasti ada, tetapi kami akan mengawal pemerintah kota untuk membentengi celah tersebut kalau kami dibutuhkan. Tetapi selama ini, pemerintah belum pernah memanggil kami, khususnya Dinas Perizinan dan Penanaman Modal belum menyampaikan secara teknis,” katanya.

Dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 49 Tahun 2019 tentang Batasan Usaha dan Persyaratan Khusus Hotel Bintang Empat dan Lima disebutkan bahwa PHRI bisa memberikan pertimbangan jika ada investor ingin membangun hotel bintang empat atau lima.

“Perlu diketahui bahwa kami tidak memberikan rekomendasi, hanya sebatas mengetahui saja. Kami pun tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan apakah hotel tersebut masuk dalam kategori bintang empat atau lima. Penetapan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU),” kata Deddy.

Sedangkan jika ada bangunan pondokan yang ingin diubah menjadi hotel bintang empat atau lima agar bisa memperoleh izin, Deddy mengatakan bahwa hal tersebut sah saja asalkan investor mampu memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan.

“Saat ini, yang masih menjadi permasalahan bagi pelaku hotel adalah keberadaan hotel virtual. Ini yang perlu ditindak tegas oleh pemerintah. Kasihan teman-teman hotel yang sudah susah payah mengurus izin harus bersaing dengan hotel virtual yang biasanya menggunakan bangunan tidak berizin,” katanya.

Hingga saat ini, lanjut dia, rata-rata okupansi hotel belum memenuhi target yang diharapkan yaitu 70 persen karena baru mencapai sekitar 40-60 persen. “Saat libur akhir tahun, okupansi memang sangat tinggi. Tetapi rata-rata harian perlu ditingkatkan,” katanya.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020