Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Edwin Partogi Pasaribu menilai upaya negara dalam melindungi anak masih diuji.

Salah satunya dari sisi proses hukum terhadap pelaku.

Dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, Edwin mencontohkan ujian tersebut di antaranya pemberian grasi terhadap terpidana kasus kekerasan seksual siswa Jakarta International School (JIS), pembebasan pelaku pemerkosaan anak di PN Cibinong yang kemudian dianulir Mahkamah Agung serta tersendatnya proses hukum terduga oknum pegawai kejaksaan di Batam dan Pontianak.

Baca juga: OTT Komisioner KPU, LPSK berharap munculnya "justice collaborator"

"Situasi ini menimbulkan pertanyaan publik terhadap komitmen negara melindungi anak," kata Edwin.

Anak rentan menjadi korban kejahatan disebutnya karena lebih mudah diarahkan dan belum memiliki argumen atau kekuatan untuk menolak ajakan pelaku.

LPSK mencatat permohonan perlindungan korban kekerasan seksual terus meningkat, yakni pada 2016 jumlah korban yang mengajukan permohonan sebanyak 35 orang, meningkat menjadi 70 orang pada 2017 dan terus naik menjadi 149 korban pada 2018.

Pada 2019 hingga bulan Juni terjadi peningkatan lebih dari 100 persen dibanding tahun sebelumnya, yakni terdapat 350 permintaan perlindungan oleh korban.

Edwin mengatakan Indonesia sebenarnya telah memiliki Undang-undang (UU) Perlindungan Anak dan UU Peradilan Anak. Bahkan, pada 2016, Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk merespon maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak, dengan menambah ancaman pidana menjadi paling lama 20 tahun, atau pidana seumur hidup, atau hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Tidak hanya itu, salah satu prioritas pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 adalah melindungi anak dengan melaksanakan gerakan nasional perlindungan anak, pemberian bantuan hukum bagi anak pelaku, anak korban, dan saksi tindak kekerasan.

Peraturan Presiden tentang pelaksanaan hak anak korban dan anak saksi pun telah disusun beberapa tahun terakhir, meski hingga kini belum disahkan oleh Presiden.

Ada pun Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait penanganan kasus kekerasan terhadap anak di Kantor Presiden, Kamis (9/1). Pada kesempatan itu, Presiden prihatin kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat.

Presiden meminta agar prioritas aksi pencegahan kekerasan pada anak melibatkan keluarga, sekolah dan masyarakat. Presiden menginstruksikan dilakukan reformasi manajemen penanganan kasus yang dilakukan dengan cepat, terintegrasi dan komprehensif.

Baca juga: LPSK siap berikan perlindungan secara optimal anak korban kekerasan
Baca juga: Jumlah permohonan naik, anggaran LPSK tahun 2020 turun

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020