Jakarta (ANTARA) - Guru besar Hukum Tata Negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Juanda berpendapat jika pengaruh politik dari parlemen sangat terasa dalam jabatan eksekutif maupun yudikatif kendati negara menganut sistem pemerintahan presidensial.

Misalkan, sewaktu pengangkatan para Menteri Kabinet Indonesia maju. Ia melihat begitu banyak anggota Legislatif yang diakomodir menjadi menteri sehingga menyebabkan ada anggota DPR RI Pengganti Antar-Waktu.

"Memang terasa ada bau-bau parlementer, contoh dalam pengangkatan menteri-menteri itu terasa kayak perwakilan partai politik saja yang masuk ke sana, walaupun itu tidak mungkin dihilangkan juga," kata Juanda dalam diskusi di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Pengamat : Haluan negara harus sesuai sistem presidensial

Namun, Juanda mengatakan sistem presidensial rasa parlementer itu bukan penyebab korupsi meski sebaiknya dihindarkan.

Ia sepakat jika publik ingin mendorong Presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan amanat konstitusi yang menganut sistem presidensial.

"Sebuah sistem presidensial itu kalau bisa (Presiden) berangsur-angsur melaksanakan sesuai konstitusi yaitu Presiden tidak boleh mengangkat Menteri-Menteri atau apapun dalam konteks kebijakan pemerintahannya dari wujud orang partai," kata Juanda.

Sebab konsekuensinya akan menyebabkan kerancuan di dalam penyelenggaraan negara dan penegakan hukum di Indonesia.

Ia merujuk pada saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihalang-halangi saat akan menyelidiki Kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI-Perjuangan.

Jika isu adanya pengaruh politik benar terjadi, maka itu adalah tamparan keras bagi penegakan hukum di Indonesia.

"Ini tamparan keras sebab konstitusi kita mengatakan di Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 itu, negara Indonesia adalah negara hukum. Nah, kenapa negara hukum ini tidak bisa dilaksanakan secara total dan sungguh-sungguh sesuai dengan kalimat konstitusi?" kata Juanda.

Baca juga: Pengamat: Relevansi fungsi GBHN dengan sistem presidensial harus jelas
Baca juga: Pengamat: Permintaan jatah menteri merusak watak presidensial
Baca juga: Ahli hukum tata negara beri rekomendasi kepada presiden

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020