kita mempunyai kurang lebih 78 orang rhesus negatif aktif
Denpasar (ANTARA) - Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Provinsi Bali, dr. Anak Agung Sagung Mas Dwipayani mengatakan bahwa rhesus negatif lebih banyak dimiliki oleh warga negara asing.

"Sebagian besar yang langka itu rhesus negatif dan sementara ini kita mempunyai kurang lebih 78 orang rhesus negatif aktif dan itu dimiliki kebanyakan oleh warga negara asing tetapi warga negara Indonesia ada juga yang punya rhesus negatif," kata dr. Anak Agung Sagung Mas Dwipayani, di RSUP Sanglah Denpasar, Senin.

Ia mengatakan saat ini kebutuhan akan rhesus negatif masih terpenuhi untuk semua golongan darah. Meskipun rhesus negatif lebih banyak ditemukan pada warga negara asing, namun kegiatan donor darah jarang diikuti secara produktif oleh warga asing itu sendiri.

Anak Agung Sagung Mas Dwipayani menjelaskan saat ini pihaknya tidak memfokuskan penyediaan stok untuk rhesus negatif tetapi tetap mengatur jadwal yang sesuai bagi calon pendonor dengan rhesus negatif tersebut.

"Kita tetap mengatur dan menentukan jadwal bagi orang dengan rhesus negatif untuk melakukan donor, jadi kita tidak menyetok langsung karena itu sangat langka dan prosesnya juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar," jelasnya.

Baca juga: Kantong darah terinfeksi penyakit menular dimusnahkan PMI Bali
Baca juga: PMI Bali tetap layani donor darah saat Nyepi


Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2019, ditemukan donasi rhesus negatif sebanyak 0,8 persen yang tercatat di UTD PMI Bali.

Selain itu, PMI Bali juga melakukan Uji Silang Serasi (Crossmatch) untuk memeriksa kecocokan darah antara calon pendonor dan darah yang dibutuhkan pasien agar benar-benar cocok atau kompatibel.

Namun, dalam proses Uji Silang Serasi tersebut, kemungkinan bisa terjadi incompatible atau tidak ditemukan kecocokan antarpemilik golongan darah yang sama.

"Biasanya Rumah Sakit yang tidak memiliki Bank Darah RS, bisa mengambil dan melakukan proses permintaan ke PMI Bali, di PMI darah sudah siap pakai dan sudah bebas dari infeksi penyakit menular, tapi saat dilakukan crossmatching antara golongan darah yang sama ternyata enggak cocok itu bisa terjadi, biasa disebut incompatible," jelasnya.

Ia mengatakan bahwa belum tentu dalam satu keluarga dengan golongan darah yang sama menghasilkan kecocokan dan belum tentu bisa didonorkan.

Menurutnya, incompatible dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya perbedaan antibodi, dan perbedaan kondisi antara pendonor dengan keadaan pasiennya.

Baca juga: PMI Rejang Lebong kesulitan dapatkan darah AB rhesus negatif
Baca juga: Ketua RNI: rhesus negatif bukan penyakit kelainan darah


Selama tahun 2019 ditemukan sebanyak 3,5 persen hasil incompatible antara pendonor dan pasien yang tercatat di UTD PMI Bali.

"Proses ini biasanya tidak diketahui oleh masyarakat, karena merasa misalnya golongan darah A pasti cocok didonorkan untuk golongan darah A, begitu juga pada golongan darah yang lain, padahal belum tentu seperti itu, karena dalam proses seleksinya ternyata ditemukan ada yang incompatible," jelasnya.

Ia mengatakan kategori darah yang sehat dapat dilihat dari kualitasnya yang bebas dari penyakit menular dan aman. Selain itu, dilakukan quality control untuk melihat kandungan HB nya sudah sesuai atau tidak, hematokritnya standar atau tidak, tingkat kekeruhan warnanya dan untuk plasma juga ada dalam penilaian.

Pihaknya juga akan memastikan bahwa calon pendonor tersebut tidak memiliki faktor risiko dan sesuai untuk jadi pendonor.

Baca juga: Komunitas golongan darah langka "kopi darat" di Bandung
Baca juga: Pemerintah ajak masyarakat jadikan donor darah sebagai gaya hidup

 

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020