Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy alias Rommy mengumpamakan kisahnya dengan film laris "Ketika Cinta Bertasbih" yang diangkat dari novel "best seller" karangan Habiburrahman El Shirazy berjudul sama.

"Saya meminjam kisah film 'Ketika Cinta Bertasbih'. Saat Anna Althafunnisa memberikan syarat kepada Furqan yang melamarnya untuk menjadikan mereka sebagai rumah tangga monogami, mereka tetap terikat dan tunduk kepada hukum tentang poligami. Itu hanya sekedar kepatutan saja atas rumah tangga pada umumnya di Indonesia," kata Rommy di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Baca juga: Rommy: Jaksa KPK ciptakan fakta imajiner

Baca juga: Rommy ke jaksa KPK: Namanya politisi harus manfaatkan semua momentum

Baca juga: Rommy mengaku terima uang karena ingin tutupi perbuatan Haris


Rommy adalah terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

Rommy dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan ditambah pembayaran kewajiban sebesar Rp46,4 juta subsider 1 tahun penjara dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.

Rommy mengumpamakan hubungannya dengan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin seperti hubungan Anna dan Furqan.

"Begitupun Lukman Saifuddin saat menanyakan kepada saya, juga merupakan kepatutan belaka sebagai salah satu alat uji kompetensi sosio-kultural. Karena dia menyatakan juga sering menanyakan kepada tokoh-tokoh masyarakat lainnya seperti terekam dalam sadapan pembicaraan Lukman dan Haris Hasanudin untuk Kakan Kemenag Sumenep agar menanyakannya kepada ulama tertentu," tambah Rommy.

Rommy pun mempertanyakan apakah dengan bertanya seperti itu Lukman diintervensi ulama tersebut?

"Tentu tidak! Lukman tetap terikat kepada UU Kementerian Negara yang memastikan atasannya hanyalah Presiden RI, terbukti dari fakta persidangan dia tetap independen, dengan menolak aspirasi yang saya teruskan dari Ketua Persatuan Masyarakat Melayu Riau Jakarta tentang calon Kakanwil Riau. Padahal Riau ini bersamaan dengan proses nominasi Kanwil Jatim," ungkap Rommy.

Rommy pun meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari segala tuntutan JPU KPK.

"Izinkan dengan segala kerendahan hati, dan menimbang seluruh fakta persidangan, saya memohon Yang Mulia untuk membebaskan saya dari segala tuduhan, memulihkan seluruh martabat dan kehormatan saya, serta mengembalikan saya kepada anak dan istri saya yang sampai hari ini tetap saya larang untuk hadir di majelis ini," tambah Rommy.

Ia pun menyatakan penyesalannya terhadap perkara tersebut, bukan karena ia mengaku menerima suap tapi karena menilai KPK mengejar peringkat penegakan hukum.

"Demi untuk mengejar rating penegakan hukum, saya menjadi korban interpretasi hukum yang tidak tepat, di tengah-tengah genderang perang yang ditabuh dalam organisasi yang saya pimpin menghadapi Pemilu. Nama baik saya dan keluarga dihancurkan, partai yang saya pimpin diruntuhkan, dan pergaulan saya dikucilkan," ungkap Rommy yang disambut dengan tepuk tangan dan tangis ratusan pendukungnya di ruang sidang.

Tidak ketinggalan Rommy membacakan puisi untuk istrinya berjudul "Khadijahku" serta puisi untuk anaknya berjudul "Dzuhurku Dilipat Sendu".

Terkait perkara ini, Haris dan Muafaq sendiri telah dijatuhi vonis. Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Rommy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta. Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Rommy dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.

"Pledoi diisi puisi yang menyentuh hati, tapi itulah kenyataan," kata ketua majelis hakim Fashal Hendri menanggapi pledoi Rommy.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020