Manado (ANTARA) - Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Geofisika Winangun, Sulawesi Utara, Edward Mengko memberikan klarifikasi terkait beredarnya informasi di media sosial terjadinya pergerakan lempeng dan berpotensi mengaktifkan gunung api bawah laut di wilayah Laut Sulawesi dan Sangihe serta garis sesar antara Bitung dan Halmahera yang dikhawatirkan memicu gempa.

"Sampai dengan saat ini gempa bumi belum bisa diprediksi kapan akan terjadi, lokasi persisnya di mana, serta kekuatan magnitudonya berapa," tulis Edward dalam grup percakapan BMKG, PBG dan pemangku kepentingan diterima di Manado, Senin.

 

Wilayah perairan laut Sulawesi dan Sangihe serta wilayah perairan antara Sulawesi Utara dan Halmahera adalah lokasi dengan tingkat aktivitas dan mekanisme kegempaan (seismik) tinggi dan kompleks.

Akibat tatanan tektoniknya mengalami banyak sebaran sumber gempa bumi dengan berbagai mekanisme sumber gempa.

Edward menambahkan, berdasarkan sejarah, kejadian gempa bumi di wilayah ini terjadi akibat sebagian besar aktivitas sesar aktif di lempeng Laut Maluku, serta akibat subduksi lempeng laut Maluku (perairan antara Sulawesi Utara dan Maluku Utara, memanjang ke Utara sampai ke wilayah Sitaro, Sangihe, dan Talaud)

Selanjutnya, aktivitas subduksi lempeng laut Sulawesi (North Sulawesi Megathrust) yang mensubduksi dengan utara Pulau Sulawesi, dan aktivitas sesar atau patahan lokal.

Dari situasi sumber dan mekanisme kejadian gempa bumi ini, maka dapat dikatakan wilayah Sulawesi Utara adalah wilayah dengan aktivitas seismik yang tinggi, karena aktif secara tektonik, dan oleh karenanya sering terjadi gempa bumi, jelasnya.

"Seperti yang selama ini kita, orang-orang sebelum kita, dan beberapa generasi sebelumnya bahkan sebelumnya lagi (nenek moyang kita) telah mengalaminya," ujarnya.

Kejadian gempa bumi yang terjadi di wilayah rawan gempa bumi ini, bukanlah hal yang aneh karena gempa bumi adalah mekanisme alami bumi untuk melepaskan energi tekanan yang terakumulasi akibat adanya aktivitas pergeseran lempeng tektonik.

Konsekuensi dari letak lokasi di wilayah subduksi lempeng tektonik ini, menyebabkan banyak terdapat gunung api di darat dan di laut.

Termasuk beberapa gunung api bawah laut yang sudah diketahui saat ini seperti Mahangetang dan lainnya di Kawio Barat, keduanya di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Dan memang ada teori yang menyatakan bahwa gempa bumi tektonik dapat memicu aktivitas vukanik gunung api darat atau gunung api di laut.

Ini yang sering disingkat sebagai vulcatektonic atau aktivitas vulkanik (gunung api) yang dipicu oleh aktifitas tektonik atau potensi aktivitas vulkanik dan tektonik yang yang terjadi bersamaan di suatu wilayah.

Secara kemungkinan lokasi dan situasi tektonik, wilayah Sulawesi Utara mempunyai gunung api dan aktivitas kegempaan tektoniknya tinggi sehingga vulkatectonic ini "possible" secara teori, katanya.

"Tetapi hal ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai seberapa besar aktivitas tektonik ini mempengaruhi tingkat keaktifan gunung api (vulkanik)," ujarnya.

Contoh yang paling dekat dilihat sebut dia adalah gunung api Karangetang di pulau Siau, di mana peningkatan aktivitasnya kemungkinan berhubungan dengan kejadian gempa bumi tektonik.

Edward mengajak, kewajiban masyarakat yang tinggal di wilayah dengan aktivitas kegempaan tinggi tidak menjadi panik, tidak mudah resah, tapi bersiaga mempersiapkan langkah mitigasi untuk mengantisipasi kondisi ini.

Misalnya, sebut dia, menghindari membangun bangunan di wilayah rawan longsor akibat gempa atau atau rawan semburan erupsi gunung api, membangun rumah dan bangunan tahan gempa bumi, melatih secara rutin kesiapsiagaan pada saat terjadi gempa bumi, serta mempersiapkan dan melatih secara rutin jalur-jalur evakuasi.**

Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020