Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute For Development of Economics and Finance Media Wahyudi Askar menyampaikan bahwa omnibus law merupakan momentum untuk menciptakan kebijakan inovatif sebagai upaya mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia.

"Tidak mudah menemukan fomulasi aturan pengembangan UMKM di Indonesia. Namun, setidaknya ada beberapa elemen yang harus ditangkap oleh omnibus law," kata Media lewat diskusi online Indef di Jakarta, Rabu.

Adapun elemen-elemen tersebut yaitu penyederhanaan prosedur administrasi, reformasi pajak yang terukur, membangun hubungan kolaboratif antara pelaku UMKM dan masyarakat, serta penggunaan teknologi digital untuk mengurangi beban administrasi.

Baca juga: UMKM bisa buat badan hukum secara daring melalui Omnibus Law

Beberapa tahun terakhir pemerintah sudah mulai membangun regulasi untuk mengurangi beban adminsitrasi bagi pelaku usaha startups, dan penyederhanaan perizinan.

Namun, hal itu dinilai belum cukup mampu mengurai benang kusut regulasi UMKM di Indonesia.

Menurut Media, di banyak negara Eropa, pemerintah sudah mulai menyusun aturan-aturan yang mengurangi peran pemerintah daerah dalam proses perizinan UMKM diluar aturan-aturan baku yang sudah disusun oleh pemerintah.

Baca juga: Teten: Pemberdayaan koperasi dan UMKM akan terintegrasi di Omnibus Law

Di Denmark, misalnya, dibentuk forum bisnis untuk mengidentifikasi regulasi UMKM yang tidak tepat dan efisien.

Di Swedia, terdapat program khusus yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku bisnis melalui Burden Hunt Program untuk mengembangkan regulasi yang cerdas dan efektif.

Di Inggris, terdapat situs web Red Tape Challenge yang diinisiasi sendiri oleh pemerintah sebagai ruang diskusi terbuka terkait peraturan pemerintah yang berkaitan dengan bisnis UMKM.

"Komentar dalam website tersebut digunakan oleh pemerintah Inggris untuk merancang paket regulasi untuk memotong birokrasi yang tidak efisien," tukas Media.

Ia menambahkan, omnibus law harus mampu merumuskan aturan-aturan yang memungkinkan pola kerja sama yang menguntungkan antara UMKM dan korporasi besar.

Program kemitraan seperti ini sebetulnya bukanlah hal baru dalam bisnis UMKM. Namun demikian, banyak program kemitraan yang gagal.

"UMKM dan korporasi besar seringkali punya goals yang berbeda. Satu hal penting lagi yang perlu dipahami, UMKM seringkali memiliki nilai tawar yang lebih rendah. Pemerintah harus mampu menjadi jembatan untuk membangun trust antara kedua belah pihak. Omnibus Law harus mendukung terciptanya hal tersebut," pungkas Media.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020