Biasanya yang dikhawatirkan, urusan pendidikan nonformal dan informal menjadi kehilangan induknya di Kemendikbud
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah mengkaji ulang Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Reorganisasi di Kemendikbud menurut aturan tersebut berpotensi melanggar undang-undang yang lebih tinggi kedudukannya," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan Perpres 82/2019 memuat perubahan organisasi di bawah Mendikbud Nadiem Anwar Makarim yang merupakan gabungan dua kementerian, yakni Kemendikbud dan Kemristekdikti.

“Memang itu hak prerogatif presiden, tapi kami cermati ada tupoksi baru, namun juga ada yang hilang, padahal ada amanat undang-undang lain yang harus dipenuhi Mendikbud sebagai wakil pemerintah yang membawahi pendidikan,” kata politikus PKS itu.

Fikri menyinggung soal hilangnya Direktorat Jenderal Pembinaan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas), meski kemudian PAUD berada di bawah Direktorat Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah.

"Namun, pendidikan masyarakat yang mewakili pendikan nonformal dan informal menjadi hilang nomenklaturnya,” kata dia.

Baca juga: Masyarakat tak perlu khawatir restrukturisasi, kata Dirjen Kebudayaan

Ia mengingatkan ketentuan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memuat kewajiban pemerintah memfasilitasi pendidikan nonformal dan informal. Sebelumnya, urusan itu dibawahi Dirjen PAUD dan Dikmas.

“Biasanya yang dikhawatirkan, urusan pendidikan nonformal dan informal menjadi kehilangan induknya di Kemendikbud,” kata dia.

Selain itu, penggabungan seluruh urusan dalam Kemenristekdikti, termasuk Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Kelembagaan Iptek Dikti, serta Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti, menjadi satu Dirjen Pendidikan Tinggi berpotensi memicu polemik baru.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi disebutkan bahwa kewajiban perguruan tinggi yang disebut Tridharma, adalah menyelenggarakan fungsi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Fikri juga mengingatkan soal alokasi anggaran yang mesti disediakan pemerintah untuk memenuhi fungsi fungsi tersebut, sesuai amanat undang-undang.

“Jangan sampai niat untuk menghemat anggaran di sektor pendidikan ini malah melanggar konstitusi yang harus 20 persen APBN,” kata dia.

Baca juga: Kemendikbud : Restrukturisasi mengoptimalkan proses pemajuan budaya
Baca juga: Dirjen Kebudayaan: Perubahan nomenklatur berdasarkan UU

 

Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020