Jakarta (ANTARA) - Tim Hukum DPP PDI Perjuangan meluruskan informasi yang beredar terkait dugaan suap menyangkut Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan caleg PDIP Harun Masiku yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP, Teguh Samudra di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu, menegaskan, PDI Perjuangan tak pernah mengajukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap Riezka Aprilia dengan calon Harun Masiku.

"Yang benar adalah pengajuan penetapan calon terpilih setelah wafatnya Caleg atas nama Nazaruddin Kiemas," kata Teguh.

Baca juga: Kasus suap KPU, PDIP bentuk tim hukum

Baca juga: KPK imbau kader PDIP Harun Masiku serahkan diri


Menurut dia, persoalan penetapan calon terpilih berdasarkan Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI yang biasa dilakukan oleh partai politik merupakan persoalan sederhana.

"Yakni sebagai bagian dari kedaulatan Parpol, yang pengaturannya telah diatur secara tegas dan rigid dalam peraturan perundang-undangan," kata Teguh Samudera, dalam konferensi persnya.

Pengajuan penetapan calon terpilih yang dimohonkan kepada KPU oleh PDIP adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No.: 57P/HUM/2019. Tertanggal 19 Juli 2019 terhadap uji materi Peraturan KPU dan juga Fatwa Mahkamah Agung RI.

"Sehingga tidak ada pihak manapun baik Parpol atau KPU yang dapat menegosiasikan hukum positif dimaksud," imbuh Teguh.

Baca juga: KPK sebut tersangka Harun Masiku ada di luar negeri

Baca juga: KPK bantah kecolongan Harun Masiku dalam OTT


Teguh lalu menjelaskan lebih jauh, setelah ada putusan MA terkait hasil judicial review Peraturan KPU yang mengabulkan permohonan PDIP, maka pimpinan partai meminta agar KPU mengabulkan permohonan agar lembaga penyelenggara pemilu itu melaksanakannya. Yakni memasukkan suara yang diperoleh Alm Nazaruddin Kiemas ke perolehan suara calon nomor urut 5, Harun Masiku. Dengan itu, seharusnya KPU menetapkan Harun sebagai peraih suara terbesar di dapil dimaksud.

Tapi KPU menafsirkan lain dan menyatakan tidak bisa demikian. Sehingga PDIP kembali meminta kepada MA untuk mengeluarkan fatwa tentang makna sebenarnya putusan itu secara hukum yuridis. Dikeluarkanlah fatwa, dan oleh PDIP diminta lagi kepada KPU untuk melaksanakannya. Semuanya dalam konteks pengajuan penetapan calon terpilih, bukan PAW.

"Sudah dilandasi atau dikuatkan dengan fatwa, KPU lagi-lagi menolaknya. Yang terjadi seperti itu," kata Teguh.

Terminologi PAW dengan pengajuan penetapan calon terpilih itu berbeda. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, yang juga ikut dalam konferensi pers itu, menyatakan meluruskan terminologi "PAW" itu menjadi penting. Sehingga semua pihak tahu bahwa surat-surat yang diajukan partainya ke KPU adalah sebagai pemenuhan ketentuan legalitas terkait dengan perundang-undangan sebelum penetapan anggota legislatif terpilih.

"Dimana kursi itu adalah kursi milik partai. Maka kami telah menetapkan berdasarkan keputusan MA bahwa calon terpilih itu adalah Saudara Harun Masiku. Hanya saja ini tidak dijalankan oleh KPU," kata Hasto.

Baca juga: PDIP minta Harun Masiku menyerahkan diri

Baca juga: Imigrasi: Harun Masiku menuju Singapura pada 6 Januari

Baca juga: KPK segera koordinasi dengan Polri cari Harun Masiku

 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020