Jakarta (ANTARA) - Desainer Ralph Lauren meminta maaf karena memakai simbol persaudaraan kulit hitam pada celana panjang yang dijual seharga lebih dari 300 dolar (sekitar Rp4 juta).

Hal itu menjadikan Lauren masuk dalam deretan label fesyen besar yang melakukan kesalahan besar terkait rasisme dalam beberapa tahun terakhir, seperti dikutip dari Forbes pada Kamis.

Celana jenis chino yang dipermasalahkan menampilkan simbol-simbol Yunani Phi Beta Sigma, simbol dari sebuah persaudaraan yang didirikan pada 1914 di Howard University, sebuah perguruan tinggi kulit hitam yang bersejarah di Washington, D.C.

Setelah keluhan berdatangan, termasuk petisi di laman Change.org, perusahaan kemudian berhenti menjual celana chino dengan simbol tersebut.

"Kami sangat terkejut bahwa seorang Ralph Lauren, tanpa persetujuan, menggunakan simbol klien kami pada pakaian yang dia pasarkan," kata kuasa hukum untuk Phi Beta Sigma kepada Forbes dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Virgil Abloh bilang "streetwear" akan mati gaya tahun 2020

Baca juga: Pindah ke online, Ralph Lauren akan tutup toko Polo di Manhattan


"Kami sekarang masih menyelidiki hal ini dan kami berharap bahwa Ralph Lauren akan bekerja sama atas tindakan pelanggaran mereka."

Pada kesempatan yang berbeda, Ralph Lauren mengatakan kepada NBC News bahwa menggunakan simbol persaudaraan itu di celana koleksinya adalah kesalahan, dan dia meminta maaf.

Lauren kemudian menyatakan bahwa perusahaan rumah mode itu telah mengambil langkah untuk memastikan insiden serupa tidak terjadi lagi di masa depan.

"Sebagai merek Amerika yang berdiri lebih dari 50 tahun, Ralph Lauren terinspirasi oleh banyak seni budaya Amerika. Sebagai bagian dari ini, kami dengan tegas berkomitmen untuk menghormati dan menggunakan semua ikon budaya dan lambang budaya," kata juru bicara Ralph Lauren kepada Forbes.

Baca juga: Melania Trump kenakan busana Ralph Lauren saat pelantikan

Baca juga: Ralph Lauren Fragrances Menantang Para Penggemar pada Red Race Challenge

Penerjemah: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020