Ada sekitar 7.000 toko yang ikut terlibat dalam event tahunan ini, di antaranya mal, restoran, hotel, dan pasar tradisional
Solo (ANTARA) - Pelaksanaan "Solo Great Sale" (SGS) atau program belanja diskon pada tahun ini menargetkan transaksi sebesar Rp700 miliar atau naik jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp600 miliar.

"Ada sekitar 7.000 toko yang ikut terlibat dalam event tahunan ini, di antaranya mal, restoran, hotel, dan pasar tradisional," kata Ketua Panitia SGS 2020 Farid Sunarto di Solo, Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan yang menarik adalah dari sisi keikutsertaan hotel dan restoran. Menurut dia, untuk hotel dan restoran yang menjadi peserta SGS berhak atas potongan pajak sebesar 30 persen.

"Dari konteks pariwisata harapannya agar sektor ini meningkat. SGS sendiri sudah dimulai sejak tahun 2015 dan hingga saat ini memberikan hasil yang cukup baik," katanya.

Baca juga: Wisata malam di Kota Solo akan dikembangkan, dimulai dengan kuliner

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang banyak menggunakan website, untuk tahun ini pelaksanaan SGS berbasis android. Untuk pelaksanaan tersebut baik penjual maupun pembeli bisa mengunduh aplikasi "Solo Sale" melalui ponsel berbasis android.

"Keuntungannya, bagi 'customer' (pelanggan) bisa menginput transaksi secara mandiri dan mengupload nota transaksi, mengecek poin transaksi. Selain itu, pelanggan juga berkesempatan memperoleh notifikasi promosi merchant atau toko yang berada di dekatnya," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia ( PHRI) Surakarta Abdullah Soewarno mengatakan selama ini pelaksanaan SGS memberikan dampak positif bagi peningkatan okupansi hotel baik berbintang maupun nonbintang.

"Perlu diketahui bahwa pada awal tahun termasuk bulan Februari ini menjadi bulan-bulan memprihatinkan bagi sektor perhotelan karena memang tingkat okupansi sangat rendah," katanya.

Baca juga: Ada BUMN-UKM Great Sale di Solo

Meski demikian, dikatakannya, sejak tahun 2016 angka okupansi hotel di Kota Solo terus menunjukkan peningkatan.

PHRI mencatat untuk bulan Februari tahun 2016 okupansi hotel nonbintang sebesar 40 persen dan hotel berbintang sebesar 59,43 persen. Pada momentum sama tahun 2017 angka ini meningkat, yaitu untuk hotel nonbintang naik menjadi 45 persen dan bintang 64 persen.

Baca juga: SGS optimalkan akses tol untuk dongkrak kunjungan

Selanjutnya, pada tahun 2018 tingkat okupansi untuk hotel nonbintang sebesar 48 persen dan berbintang 67,4 persen dan tahun 2019 untuk hotel nonbintang 49 persen dan hotel berbintang 69 persen.

"Untuk bulan Februari tahun ini harapannya baik hotel nonbintang maupun berbintang bisa naik paling tidak 1 persen," katanya.

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020