Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan pemerintah dan DPR membuka diri terhadap masukan dalam pembahasan Omnibus Law jika dirasa ada yang merugikan buruh.

"Pasti harus wajib membuka diri," katanya, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin, menanggapi adanya aksi buruh yang menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Mahfud mengatakan kalau ada hal-hal yang dianggap akan merugikan buruh dan sebagainya dipersilakan untuk menyampaikannya kepada pemerintah maupun DPR yang akan membahasnya.

"Nah itu, disampaikan saja di dalam proses pembahasan di DPR. Ini kan masih akan dibahas, ya, belum dimulai, baru diagendakan untuk segera dibahas," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Baca juga: Enam alasan serikat pekerja tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Bahkan, Mahfud juga mempersilakan kepada buruh untuk menyampaikan kepadanya seandainya ada kekhawatiran-kekhawatiran buruh akan dirugikan dengan regulasi itu.

"Kalau sejauh yang saya ikut justru buruh diutamakan di situ. Tetapi, coba di bagian mana yang dirugikan, sampaikan ke DPR. Sampaikan juga ke saya, nanti saya salurkan," katanya.

Yang jelas, Mahfud menyampaikan agar Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja jangan dipahami sebagai aturan untuk mempermudah orang asing berinvestasi, melainkan mempermudah pembukaan lapangan kerja.

Menurut Mahfud, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dimaksudkan agar lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia itu semakin terbuka lebar.

Salah satu caranya, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, dengan mempermudah dan menyederhanakan perizinan terkait investasi.

"Investasi itu bukan hanya investasi asing. Investasi dalam negeri pun selama ini sering terkendala oleh perizinan karena banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih," kata Mahfud.

Baca juga: Soal Omnibus Law, elemen buruh teringat aturan "outsourcing"

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar demonstrasi meminta DPR RI untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja karena dinilai akan merugikan kaum buruh dan tenaga kerja.

"DPR harus menolak karena buruh juga punya hak dan kewajiban di negeri ini terhadap perlindungan," kata Ketua KSPI Said Iqbal di depan Gedung MPR DPR Jakarta, Senin.

Selain itu, Said mengatakan pemerintah seharusnya juga memberikan perlindungan terhadap kepastian kerja, jaminan sosial, serta kepastian upah yang dinilainya sama sekali tidak tercermin dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.

Baca juga: Soal Omnibus Law, KSPI khawatir terjadi rasionalisasi tenaga kerja

 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020