Surabaya (ANTARA) - Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono menegaskan lurah se-Kota Pahlawan, Jawa Timur, berwenang melakukan pengawasan terhadap pungutan yang dikenakan pada warga melalui peraturan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).

"Ini supaya tidak terjadi ketelanjuran seperti kasus peraturan RW 3 Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, yang memberlakukan pungutan bagi warga nonpribumi," kata Adi Sutarwijono di Surabaya, Rabu.

Baca juga: Pimpinan DPRD Surabaya usulkan renovasi Balai RT/RW didanai APBD

Menurut dia, kewenangan para lurah itu telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pembentukan RT, RW dan LPMK. Pada pasal 30 ayat 2 diatur pelaksanaan pungutan bagi masyarakat oleh RT dan RW berlaku setelah terlebih dahulu mendapatkan evaluasi dari lurah.

Adi mengatakan munculnya peraturan pungutan yang mencantumkan kata "nonpribumi" di RW 3 Bangkingan, semestinya tidak perlu terjadi jika Lurah Bangkingan menyadari secara menyeluruh Perda 4/2017.

Baca juga: DPRD Surabaya soroti banyak pengembang perumahan abaikan fasum-fasos

"Mestinya lurah menggunakan kewenangannya untuk melakukan pengawasan atas pungutan bagi masyarakat oleh RT dan RW, sebelum peraturan diberlakukan pada masyarakat," ujar Adi yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya.

Para lurah, lanjut dia, sepatutnya membaca secara utuh Perda 4/2017, kalimat per kalimat, dan memahami secara menyeluruh konteks peraturan itu.

Baca juga: Komisi C soroti maraknya toko modern tak berizin di Surabaya

Saat masih berupa raperda dan dalam pembahasan di DPRD, Adi Sutarwojono mengaku saat itu sebagai anggota panitia khusus raperda. Saat itu, lanjut dia, pihak Pemerintah Kota Surabaya mengusulkan kewenangan lurah untuk melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan iuran warga oleh RT dan RW.

"Setelah melalui diskusi mendalam, akhirnya DPRD Kota Surabaya menyetujui usulan Pemkot tersebut," katanya.

Baca juga: Ketua DPRD Surabaya: Kita warisi semangat kebangsaan dalam kebhinekaan

Untuk itu, ia berharap seluruh lurah di Kota Surabaya menyadari kewenangannya dalam pengawasan pungutan RT/RW di wilayahnya, sehingga tidak terjadi keterlanjuran seperti Peraturan RW 3 Kelurahan Bangkingan.

"Kita sepakat menjaga Kota Surabaya yang toleran, tidak diskriminatif, tidak rasis. Terlebih Wali Kota Surabaya Bu Risma (Tri Rismaharini), DPRD, aparat keamanan dan semua komponen masyarakat sangat aktif mengkampanyekan tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai," katanya.

Pencantuman kata "pribumi" dan "nonpribumi" dalam peraturan warga, menurut dia, jelas merupakan pembedaan yang diskriminatif. Itu bertentangan dengan Undang-Undang 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.

Setelah memicu kontroversi, ia mendapat laporan bahwa pengurus kampung RW 3 Kelurahan Bangkingan telah mencabut peraturan pungutan bagi warga "nonpribumi".

Mereka segera menyadari kekeliruan tersebut dan mencabut peraturan RW tentang pungutan warga, yang mencantumkan kata "nonpribumi". Pembatalan itu dituangkan dalam resume rapat, yang ditulis tangan dan ditandatangani bersama para pengurus kampung.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020