Konsolidasi menjadi hal yang mendesak bagi industri perbankan
Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menaikkan batas modal inti minimum bank menjadi Rp3 triliun akan mampu memperkuat konsolidasi perbankan di Tanah Air.

Ia mengatakan pemerintah telah mendorong perbankan untuk melakukan konsolidasi sejak 2004 dan ternyata tidak efektif, namun di tengah tantangan yang semakin ketat seperti sekarang, telah memaksa mereka untuk berkombinasi.

“Dorongan konsolidasi sebenarnya telah ada sejak 2004, namun dirasa tidak efektif, sehingga sekarang dengan persaingan, kebutuhan konsolidasi menjadi hal yang mendesak bagi industri perbankan,” katanya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: OJK naikkan batas minimum modal bank jadi Rp3 triliun

Aviliani menuturkan peraturan OJK yang terbit pada Februari 2020 itu akan memaksa perbankan meningkatkan modal intinya menjadi Rp3 triliun dengan cara di antaranya adalah berkonsolidasi.

“Ini bagusnya konsolidasi akan menjadi penguatan permodalan. Meskipun, tidak serta merta langsung profit, tapi tetap dia harus berusaha,” ujarnya.

Aviliani menyebutkan dari 110 bank umum yang beroperasi di Indonesia masih ada 69 bank yang bermodal inti di bawah Rp3 triliun, sehingga mereka harus mengejar target karena jika tidak maka harus dilakukan merger atau turun status menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).

Ia mengatakan bisnis perbankan sedang mengalami beberapa tantangan seperti maraknya financial technology (fintech) mulai dari sektor penyaluran kredit hingga penghimpunan dana yang membuat pertumbuhan kinerja perbankan menjadi stagnan.

“Dari studi OJK untuk mempunyai daya saing sebenarnya bank butuh modal minimum Rp11 triliun tapi jika diterapkan, maka ada 94 bank yang harus memenuhi ketentuan ini,” ujarnya.

Ia menyebutkan ke depannya perbankan tidak bisa hanya mengandalkan bisnis penyaluran kredit namun juga perlu memperkuat pendapatan melalui sektor fee based income atau pendapatan nonbunga dari jasa transaksi nasabah.

“Ya mau tidak mau bank harus capai itu karena menurut saya ini tidak hanya untuk memperkuat sistem perbankan tapi juga memperkuat jantung ekonomi negara,” katanya.

Aviliani menuturkan meskipun pasar fee based income juga semakin ketat karena kehadiran perusahaan fintech, namun perbankan memang harus memaksakan diri untuk mampu berinovasi.

“Itu lah mengapa bank harus menjadi fee based income yang baru karena kalau tidak cost akan makin berat. OJK juga sudah mengingatkan kalau bank tidak kuat, maka tidak akan bisa survive,” ujarnya.

OJK akan menaikkan batas modal inti minimum menjadi Rp3 triliun secara bertahap dengan  masa tenggang hingga tiga tahun.

Dalam tiga tahun itu, syarat modal minimum akan dinaikkan mulai dari 2020 sebesar Rp1 triliun, 2021 sebesar Rp2 triliun, dan 2022 memenuhi Rp3 triliun.

Baca juga: Indef sebut rencana pembubaran OJK turunkan kepercayaan investor
Baca juga: Imbas kasus Jiwasraya, DPR berencana evaluasi UU OJK dan BI

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020