Jakarta (ANTARA) - Pakar ekonomi maritim dari Universitas Sultan Agung Semarang, Prof La Ode Masihu Kamaluddin, mengatakan, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, harus bekerja sama dalam meningkatkan anggaran untuk sektor pertahanan maritim.

Hal itu ia jelaskan dalam paparannya soal sistem ketahanan ekonomi maritim di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia khususnya Laut China Selatan.

"Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia itu kosong, kapal-kapalnya tidak begitu banyak. Karena itu, haruslah dibangun titik-titik (ketahanan) untuk ekonominya," ujar Kamaluddin, dalam diskusi Konflik Natuna dan Pasang Surut Hubungan Indonesia dan RRC, di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Diplomasi lunak pada konflik Natuna agar tak terseret konflik AS-China

Ia meminta secara khusus kepada Panglima Komando Armada I TNI AL, Laksamana Muda TNI Muhammad Ali, hal itu dapat disampaikan kepada Subianto agar dapat diperhatikan.

Sebagai salah seorang pemerhati di Kementerian Kelautan dan Perikanan, ia ingin kedua menteri itu bisa menjalin kerja sama dalam menarik investasi industri dalam bidang pertahanan kelautan.

Baca juga: Komisi I: perkuat pembangunan kekuatan TNI di Natuna-ALKI

"Jadi KKP menyiapkan kapal-kapal ikannya, dan swasta menyiapkan industri pengolahan (ikan)-nya, agar sebagian keuntungannya itu (dapat) digunakan oleh TNI AL," kata Kamaluddin. 

Ia memperhatikan selama ini TNI AL kekurangan amunisi anggaran. Akibatnya, dalam persediaan bahan bakar minyak untuk operasionalnya saja tidak cukup kalau mengandalkan APBN saja. "Kalau dari APBN saja tidak cukup itu. Itu nyata. Jadi (BBM) itu, dari (keuntungan investasi) itu saja," kata dia.

Menanggapi itu, Ali mengatakan fakta di lapangan memang terjadi hal demikian, kendati TNI tidak mungkin menyuarakan bahwa institusinya kekurangan anggaran.

Baca juga: Imbas soal Natuna, Menhan: Komisi I setuju peningkatan pertahanan TNI

"Itu biar bapak-ibu saja yang menyuarakan, kami kan tidak mungkin bersuara kalau kami ini kekurangan anggaran," ujar dia, dalam diskusi yang diselenggarakan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam itu.

Terkait soal BBM, di Natuna memang ada penerapan kebijakan terkait konsumsi minyak yang harus Biodiesel B20 atau bahkan B30, Sementara kapal-kapal Indonesia masih sedikit yang sudah dimodifikasi agar dapat menggunakan Biodisel B20 atau B30 persen itu.

"B20 tidak ada di Natuna. Ini juga suatu kendala. Akhirnya kemarin pada saat operasi (di Natuna), kami bawa kapal tanker kita. Jadi dia mengisi bahan bakar dari kapal tanker itu," kata Ali.

Baca juga: Komisi I DPR gelar raker bersama Kemhan bahas Natuna

Ia juga mengusulkan agar dapat dibangun tangki timbun di Natuna untuk stok bahan bakar supaya operasional pertahanan maritim di wilayah Natuna berlangsung lebih lama serta lebih jauh.

"Mungkin (operasionalnya) sampai high seas atau laut lepas," kata Ali.

Baca juga: Hikmahanto: Perkuat peran kapal "coast guard" Indonesia di Natuna

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020