Jakarta (ANTARA) - Setelah 34 tahun berlalu, ketua MPR RI Bambang Soesatyo kembali menonton pementasan "Panembahan Reso" karya penyair WS Rendra di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, Jumat (24/1).

Bambang pernah menonton "Panembahan Reso" saat dipentaskan Bengkel Teater pada Agustus 1986 sebagai wartawan yang meliput proses persiapan, pementasan hingga cerita di balik layar.

"Menurut saya setiap kalimat yang meluncur dari para aktor itu sangat relevan dan masih relevan dengan kondisi kekinian," kata Bambang usai pementasan.

Perebutan kekuasaan oleh orang-orang yang tamak dan gila takhta digambarkan melalui karakter-karakter Raja Tua, Panji Reso, Ratu Dara, Ratu Padmi, Ratu Kenari hingga Siti Asasin dalam pementasan berdurasi tiga jam.

Dari sisi durasi, "Panembahan Reso" versi 2020 lebih ringkas dibandingkan versi 1986. Kala itu, pementasan berlangsung selama tujuh jam. Bambang menilai meski pertunjukan tidak sepanjang dulu, intisari dalam "Panembahan Reso" tetap tersampaikan.

Dialog-dialog dalam lakon tersebut adalah kekuatan utama, ujar Bambang, memuji mahakarya W.S.Rendra yang sangat detil dan sarat makna.

Salah satu dialog yang menarik dan berkesan di hatinya adalah "takhta bukan kursi biasa". Kalimat itu menurut dia masih relevan karena hingga saat ini takhta dapat mengubah orang-orang yang memilikinya.

Drama "Panembahan Reso" dipentaskan pada 25 dan 26 Januari di Teater Ciputra Artpreneur Jakarta. Drama ini merupakan kritik WS Rendra terhadap praktik kekuasaan Orde Baru yang represif.

Baca juga: "Panembahan Reso", karya WS Rendra yang tak lekang dimakan zaman

Baca juga: Mahakarya WS Rendra "Panembahan Reso" melalui riset 11 tahun

Baca juga: Garin: WS Rendra adalah "Burung Merak" anggun dan bebas

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020