Padang (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kepahlawanan mantan Perdana Menteri M Natsir masih relevan untuk diteladani hingga kini. Dalam pidatonya pada acara syukuran masyarakat Sumatera Barat atas penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada M Natsir di Gedung Serba Guna PT Semen Padang di Padang, Sabtu malam, Presiden menegaskan keputusan pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada M Natsir sangat tepat meski diakui terlambat dilakukan. Sikap M Natsir yang sejak awal sepak terjangnya menunjukkan sikap anti-kolonialisme dan imperialisme yang tegas, menurut Presiden, adalah salah satu pertimbangan kuat untuk menganugerahkan gelar pahlawan nasional. "Ketika dominasi penjajah amat kuat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, beliau dengan tegas memperlihatkan sikap anti-kolonialisme. Itulah yang mendasari mengapa saya putuskan memberi gelar pahlawan nasional," tutur Presiden. Sikap M Natsir yang anti-penjajahan itu, lanjut Presiden, masih relevan untuk diaktualisasikan saat ini melalui semangat mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil. "Sekarang, ketika kita sudah merdeka, kita ingin tatanan dunia yang adil, bukan dikontrol oleh kekuatan tertentu," ujar Presiden. Dalam tatanan dunia yang sering kali tidak menguntungkan negara berkembang seperti Indonesia, Presiden mengatakan, sikap M Natsir harus diteladani sehingga harga diri, kehormatan, dan kedaulatan bangsa tidak dikorbankan dalam pergaulan globalisasi. Dalam kondidi krisis keuangan global saat ini, Presiden mengatakan, suara Natsir yang menolak penjajahan dan mengutamakan kepentingan bangsa harus dilanjuti oleh generasi sekarang. "Saya contohkan dalam empat forum Internasional yaitu G8, Pertemuan Asia Eropa, G20, dan APEC, kita memperjuangkan penghormatan kepada negara berkembang seperti Indonesia agar mendapat suara lebih besar karena sistem global seperti ini ternyata tidak aman dan tidak adil," tutur Presiden. Presiden menambahkan, keteladanan lain yang dapat diambil dari sosok besar seperti M Natsir adalah komitmennya terhadap keutuhan Indonesia. Semangat integral Natsir itu, lanjut Presiden, pada jaman sekarang harus diwujudkan melalui pembangunan yang merata di seluruh Indonesia melalui sistem desentralisasi dan otonomi khusus. Dalam pidatonya, Presiden mengingatkan agar sejarah harus tetap dipandang sebagai sejarah tanpa perlu memandang suriga terhadap peran tokoh-tokoh masa lalu. Setiap tokoh, lanjut Presiden, harus dilihat secara kontekstual sesuai dengan semangat jaman tanpa perlu tindakan menghakimi. Pada acara syukuran masyarakat Sumbar, Presiden turut menyaksikan pemutaran film dokumenter tentang sepak terjang pengabdian M Natsir untuk Indonesia serta komentar tentang tokoh asal Sumatera Barat tersebut dari beberapa pakar seperti sejarawan Taufik Abudllah, wartawan senior Rosihan Anwar, serta mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008