Jakarta (ANTARA News) - Apa persamaan dan perbedaan antara diskursus tentang berapa harga BBM yang pas dijual ke masyarakat dengan sengitnya kompetisi di ajang pasar jodoh?

Jawaban atas pertanyaan mengenai persamaan dan perbedaan bermuara kepada ungkapan yang kini sedang ngetren yakni termehek-mehek, mengejar sesuatu yang diidamkan atau dicita-citakan dengan terus menerus meski belum juga memperoleh hasil. Kejarlah daku sampai ke ujung dunia sekali pun, maka kau akan kubuat termeh-mehek.

Kalau saja harga BBM masih bertengger Rp5.000, maka terbuka kemungkinan masyarakat meminta kepada pemerintah agar menurunkannya menjadi Rp4000 per liter. Sampai-sampai Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) menilai, kalau pemerintah meniti jalur jujur, harga premium harusnya diturunkan menjadi Rp3.600 per liter.

Kalau saja seorang bunda mengeluhkan anaknya, "Saya punya anak belum punya nyonya," maka sang ibu tengah mengidap virus termeh-mehek. Sang anak kerapkali menyambangi biro jodoh untuk meminta resep dari langit mengenai perempuan yang pas di hati, perempuan yang pandai menjaga mulut. Mulutmu adalah mahkotamu.

Padahal, soalnya satu saja yakni "dating". Apakah si pria punya cukup nyali melakukan dating dan meluncurkan kalimat, "Aku cinta kepadamu" kepada pemudi. Hati-hati...tiga kalimat itu jangan sampai membuat tersedak si pemudi saat keduanya asyik menyeruput capucino. Pesan ibu di rumah, jangan kau gadai cintamu dengan secangkir kopi.

Begitu pula, dengan langkah pemerintah yang menurunkan harga premium, dari Rp5.500 menjadi Rp5.000 per liter. Ada keinginan pemerintah meringankan beban masyarakat dari terjangan krisis. Cinta pemerintah, cinta tidak berkesudahan, seperti oase di padang gurun. Cinta sejati terus menggapai inti nurani.

Bukankah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, penurunan harga BBM dilakukan seiring dengan penurunan harga minyak dunia dalam beberapa bulan terakhir.

Penurunan ini diharapkan menurunkan beban masyarakat dan biaya produksi dunia usaha. Cinta menguji keteguhan, karena bayaran kontannya yakni ketulusan. Bukankah ketulusan jadi mata uang bagi mereka yang mendatangi gubuk-gubuk pasar jodoh.

Dengan cinta pemerintah itu, rakyat diharapkan tidak termehek-mehek, karena daya beli masyarakat akan dapat dijaga bahkan meningkat, seiring dengan penurunan inflasi. Cinta yang memutus "kebencian" akibat dampak krisis ekonomi global terhadap ekonomi nasional. Cinta dan benci seperti dua sisi dari satu mata uang.

Bahkan, Sekretaris PDIP Bambang Wuryanto menyatakan, dengan harga minyak mentah dunia 43 dolar AS dan kurs rupiah 11.500 per dolar AS, ditambah biaya produksi 9 persen dan pajak pertambahan nilai 10 persen dan pajak pertambahan nilai 10 persen, seharusnya premium menjadi Rp3.570.

"Angka ini bisa disesuaikan secara ekonomis menjadi Rp3.600. Dengan penurunan harga premium hanya sampai Rp5.000, lalu selisih yang Rp1.400 ke mana?" tanyanya. Ia mengatakan ada Rp81,2 miliar masuk ke kas negara. Angka itu hasil dari Rp1.400 dikalikan kebutuhan premium 58 juta liter.

Apakah cinta kepada rakyat justru berujung kepada mencari untung di tengah rakyat yang termehek-mehek?

Jawabnya, kejarlah BBM, maka kau pun termeheh-mehek. Krisis di sirkuit BBM, krisis di sirkuit cinta.

Solusinya? Berkonsultasilah kepada Epikuros. Menurut filsuf Yunani kuno itu, pembiasaan kepada cara hidup sederhana yang tidak mewah mendukung kesehatan, membuat orang menjadi sanggup untuk melakukan apa yang dituntut daripadanya dengan hidup tanpa jemu. Mencintai hidup, bukan membenci hidup.

Mustahil hidup dengan rasional, bersusila dan adil, tetapi tidak merasa senang, karena keutamaan-keutamaan menyatu erat dengan hidup bersuka ria. Yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang satunya.

Kesenangan adalah awal dan akhir (alfa dan omega) dari keinginan untuk menggapai hidup yang mau bahagia. Tujuan hidup adalah kesenangan, bukan kecurigaan, apalagi kebencian.

Untuk itu, belajarlah dari perjalanan sejarah. Sesudah Nero menjadi Kaisar Romawi pada tahun 54, Seneca menjadi penasehatnya yang terdekat. Karena kebengisan dan kegilaan Nero, Seneca menarik diri dari lingkungan istana. Pada tahun 65, ia dituduh terlibat dalam sebuah konspirasi untuk membunuh Nero. Akhirnya, Seneca dipaksa untuk bunuh diri.

Seneca tidak ingin membungkuk terhadap nasib dan tidak membiarkan diri dipatahkan oleh iming-iming kekuasaan. Filsuf ini merangkum tesis bahwa orang bijak tidak dapat dibingungkan, bahwa ia tidak mengenal takut, dan bahwa baginya perasaan sakit dan penderitaan pun tidak merupakan sesuatu yang meresahkan.

Ketika bicara mengenai harga BBM, pasar jodoh dan cinta, maka berhati-hati terhadap perangkap kesesatan berpikir "argumentum auctoritatis", artinya menerima atau menolak sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena orang yang mengemukakan adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, bahkan seorang ahli.

Keahlian, kepandaian, atau kebaikan justru harus dibuktikan dengan penalaran tepat, bukan justru sebaliknya. Pepatah latin berbunyi "Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio", artinya nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya.

Ketika mengejar harga BBM yang pas untuk rakyat kebanyakan, agar mereka tidak terus termehek-mehek, maka yang perlu ditempuh satu saja yakni berargumentasilah dengan penuh cinta. Hanya cinta yang dapat menjelaskan cinta.

Dalam ranah postmodernisme, kalau kenyataan dipandang sebagai "teks", maka teks itu dapat ditafsirkan dalam relasinya dengan teks-teks lain sampai tidak terhingga. Setiap upaya untuk merekonstruksi sebuah teks "asli" harus dibongkar dan direlatifkan terhadap teks-teks lain, yaitu didekonstruksi.

Nah, alat yang teramat penting dan teramat mahal bagi seorang ibu ialah indoktrinasi. Konon, seorang ibu tidak senang kalau anaknya pendiam. Lebih baik kalau anaknya banyak mendongeng sehingga interogasi bisa berjalan mulus.

Nasib rakyat tetap di jurang pencarian terus menerus untuk menemukan "The Lost Paradise", atau firdaus yang hilang, meski "rakyat jelata" kerapkali lebih cermat mensiasati kesulitan hidup, utamanya belitan harga BBM.

Dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah melihat lima faktor yang menentukan harga BBM bersubsidi. Kelima faktor itu, harga minyak mentah dan produknya, kurs rupiah terhadap dolar AS, APBN, daya beli masyarakat, dan sektor riil. Jawabannya?

"Kalaupun nanti pada saat pemilu, pemerintah mungkin saja menurunkan harga BBM kembali pada kisaran Rp2500/liter, kita juga senang-senang saja karena rakyat merasa senang. Tapi persoalannya mengapa pemerintah tidak sejujurnya menyampaikan data kepada rakyat," kata Wuryanto.

Inikah dekonstruksi dalam teks yang berjudul BBM, Pasar Jodoh dan Termeheh-mehek? Sirkuit BBM, sirkuit jodoh.(*)

Oleh Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008