Semarang, (ANTARA News) - Pelaku utama pemalsuan dokumen mahasiswa kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Charles BW dengan dua hakim anggota Setyabudi dan Sarwedi, terdakwa Ali Yahya mengaku dirinya membuat dokumen palsu untuk lima mahasiswa dengan imbalan ratusan juta rupiah. Lima mahasiswa itu adalah Jamali Maulana (20), Ayu Merzafani (19), Husnul Mala (21), Erli Idawati (23), dan Afriza alias Icha. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Pembantu Rektor III Undip Bidang Kemahasiswaan Sukinta, Kepala Biro Administrasi Undip Purwati, dan Kepala Sub bagian Registrasi Undip Prasojo. Semua saksi mengatakan tidak pernah mengenal terdakwa. Ketiganya juga menjelaskan asal usul penemuan dokumen palsu di Undip. Terdakwa Ali Yahya yang didampingi penasehat hukumnya Nurrahmad Junaidi sama sekali tidak membantah keterangan dari ketiga saksi. Usai sidang pertama, Ali Yahya kembali menjadi saksi dalam persidangan dengan kasus yang sama dengan terdakwa Jamali. Dengan majelis hakim yang sama, Ali Yahya dicecar pertanyaan oleh JPU Nunuk Dwi mengenai bagaimana cara memalsukan surat pindah, transkrip, dan surat alasan pindah kuliah. Ali Yahya menceritakan bahwa awalnya Jamali datang kepadanya meminta dimasukkan ke Fakultas Kedokteran Undip. Jamali kenal Ali yahya dari saudaranya Ayu Merzafani yang terlebih dulu masuk Undip, juga dengan dokumen palsu. "Saya menawarkan Jamali masuk Undip dengan biaya Rp200 juta," katanya. Setelah ada kesepakatan, Ali mempersiapkan berkas-berkasnya. Logo Universitas Airlangga (Unair) didapat dengan cara memotret surat-surat di papan pengumuman di Fakultas Kedokteran Unair kemudian dipindai (scan). Transkrip nilai ditiru dari transkrip asli milik seorang mahasiswa Unair. Mata kuliah yang sudah diambil dan yang belum ditiru dari buku pedoman fakultas. Para mahasiswa palsu lainnya ditetapkan sebagai tersangka kecuali Afriza yang berstatus saksi korban. Lima tersangka akan disidang secara terpisah. Mereka dijerat pasal 264 KUHP jo 263 KUHP tentang pembuatan dokumen, atau surat palsu, dan atau pamakaian surat palsu. Ancaman hukumannya antara enam hingga delapan tahun penjara. Kasus itu terungkap dari pemeriksaan dokumen mahasiswa baru yang dilakukan tim internal Undip pada sekitar bulan Juli 2008. Tim mencurigai dokumen salah seorang mahasiswa berinisial Jm, yang merupakan pindahan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Setelah ditelusuri, Unair maupun Ditjen Dikti merasa tidak pernah menerbitkan transkrip nilai mahasiswa tersebut. Selanjutnya, tim internal Undip memeriksa seluruh berkas mahasiswa terutama mahasiswa pindahan dari perguruan tinggi lain. Dalam pemeriksaan tersebut, tim mendapati empat mahasiswa pindahan dengan dokumen transfer palsu, masing-masing berasal dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta dan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Keempat mahasiswa gadungan tersebut juga berkuliah di Fakultas Kedokteran Undip. Kelima mahasiswa gadungan tersebut masuk Undip dalam jangka waktu bervariasi, mulai periode 2006 hingga 2008.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008