jangan-jangan keduanya, baik Mensesneg maupun Gubernur, baru menyadari posisinya sebagai ...
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia Jakarta Raya meminta semua pihak untuk fokus pada upaya resolusi penyelesaian kasus Revitalisasi Monumen Nasional (Monas) dalam kerangka pelayanan publik dan penyelamatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jakarta.

Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, dalam keterangannya pada Kamis, menyatakan jika ingin mencari kesalahan dengan mudah, pihak Pemprov jelas dapat diduga melakukan maladministrasi terkait perizinan ke Mensesneg selaku Ketua Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

"Pasal 5 ayat (1) dalam Keppres itu mengatakan tugas dari Komisi Pengarah ialah memberikan persetujuan terhadap perencanaan dan pembiayaan pembangunan Taman Medan Merdeka yang disusun oleh Badan Pelaksana," tutur Teguh.

Baca juga: Menteri PUPR tunggu undangan rapat revitalisasi Monas

Namun hal tersebut, kata Teguh, sebenarnya dapat diantisipasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta sebelum pelaksanaan proyek, yaitu ketika bertemu dengan mitranya dari Pemprov DKI Jakarta sehingga kesalahan itu dapat dikoreksi dari awal jika sungguh-sungguh menggali informasi proyek per-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

"Karena sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, DPRD di tingkat provinsi merupakan bagian dari pemerintah daerah. Jika Pemprov salah, maka DPRD juga ikut bersalah ketika proyek ini berjalan tanpa sepengetahuannya, karena SKPD pelaksananya merupakan mitra kerja DPRD," ucapnya.

Pembangunan proyek revitalisasi tersebut, ucap Teguh, dilakukan di Monas di tengah-tengah antara Gedung Kantor Gubernur dan Istana Presiden, lokasi di mana Menteri Sekretariat Negara (Mensesneng) berkantor. Sehingga sebagai Ketua Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka, tidak sulit bagi Mensesneg untuk mengkonfimasi hal tersebut kepada Gubernur DKI Jakarta selaku Sekretaris Komisi.

Baca juga: 64 persen Kawasan Monas untuk pepohonan

Jika komunikasi tersebut baru terjadi saat proses revitalisasi sedang berlangsung, lanjut dia, maka dapat diduga bahwa komisi tersebut hanya bekerja ketika ada masalah muncul ke permukaan dan tidak secara rutin menggelar rapat koordinasi.

"Kami khawatir, jangan-jangan keduanya, baik Mensesneg maupun Gubernur, baru menyadari posisinya sebagai Ketua Komisi Pengarah dan Sekretaris Pengarah juga setelah kasus ini muncul ke permukaan. Kalau keduanya saling menyadari posisi masing-masing dari awal, niscaya hal ini tidak perlu terjadi, apalagi revitalisasi tersebut terjadi di tengah-tengah kantor Mensesneg dan Gubernur," tutur Teguh.

Revitalisasi ini menimbulkan perhatian publik karena ada sekitar 190 pohon di Monas sisi selatan yang ditebang. Belakangan Pemprov DKI menyatakan ratusan pohon itu tidak ditebang, melainkan digeser.

Baca juga: Revitalisasi Monas, Arsitek: Ada pelebaran tiap sisi plaza selatan

Beberapa waktu lalu, Sekda DKI Jakarta Saefullah menjelaskan ada 85 pohon yang ditebang dalam rangka revitalisasi sisi selatan Monas yang dipindahkan ke area lain di kawasan Monas.

"Yang fix hasil rapat kami, ada pohon yang kami pindahkan ke sisi barat 55, ke sisi timur 30," ucap Saefullah, Jumat (24/1).

Proyek itu makin menjadi polemik karena dilaksanakan tanpa mengantongi izin dari Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka yang diketuai Menteri Sekretaris Negara.

Pemprov DKI akhirnya mengajukan surat persetujuan permohonan revitalisasi Monas kepada Komisi Pengarah, sesuai ketentuan Keppres Nomor 25 Tahun 1995 pada Jumat, 24 Januari 2020.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020