Pemanfaatannya hanya kurang lebih tiga persen saja, sementara 97 persen sisanya diekspor
Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mendorong berbagai pihak meningkatkan  hilirisasi produk timah mengingat Indonesia merupakan negara penghasil terbesar kedua, namun menjadi pengekspor timah terbesar di dunia.

"Timah kita ini produksinya adalah kedua terbesar di dunia, namun justru pemanfaatannya hanya kurang lebih tiga persen saja, sementara 97 persen sisanya diekspor," katanya dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin.

Baca juga: PT Timah bangun smelter baru berkapasitas 40.000 ton

Menurut Sugeng, bila berbicara mengenai berbagai komoditas tambang, maka yang terpikirkan hanya batubara, nikel, dan tembaga, sementara timah cenderung terlupakan.

Politisi Partai Nasdem itu juga mengingatkan dunia pertambangan juga kerap tidak lepas dari dinamika kemasyarakatan yang bisa terkait dengan aktivitas penambangan liar di sejumlah daerah.

Sugeng menjadi Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi Bangka Belitung, di Kantor PT Timah (Persero) Tbk, Provinsi Babel, Jumat (31/1/2020).

"Kami mendapatkan gambaran yang cukup komprehensif dan baik. Termasuk aspirasi dari Pemerintah Provinsi Bangka Belitung yang menyampaikan persoalan royalti," katanya.

Ia menambahkan, berbagai masukan tersebut akan menjadi informasi berharga guna menyusun UU Minerba baru.

Ia mengemukakan Komisi VUU DPR akan mengupayakan peningkatkan hilirisasi bagi komoditas di Indonesia, antara lain dengan mengembangkan industri berbasis timah di sejumlah daerah produksi seperti Provinsi Babel.

"Pabrik-pabrik yang berbahan baku timah harus ada di Indonesia, sehingga pemanfaatan timah akan jauh lebih baik nilai tambahnya," katanya.

Sugeng juga mengingatkan pada 2018, Indonesia sudah mengekspor timah ke 26 negara tujuan sehingga juga menggambarkan potensi yang luar biasa dan menjanjikan bagi pengembangan industri timah di Tanah Air, khususnya di daerah penghasil seperti Babel.

Sebelumnya, PT Timah mulai melakukan pembangunan smelter berteknologi ausmelt berkapasitas 40.000 ton di Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebagai upaya mengolah cadangan tambang masa depan.

"Proyek pembangunan smelter baru ini direncanakan selesai dalam waktu 19 bulan," kata Corporate Secretary Timah Abdullah Umar saat groundbreaking pembangunan smelter baru berteknologi ausmelt berkapasitas 40.000 ton di Muntok, Bangka Barat, Kamis (30/1/2020).

Ia mengatakan pembangunan tanur pengolahan pemurnian dengan kapasitas 40 ribu ton ini dibangun pada lahan seluas 2,1 hektare yang dikerjakan PT Wijaya Karya (Wika).

"Pembangunan smelter baru dengan teknologi ausmelt ini, PT Timah berinvestasi 80 juta dolar AS dengan pendanaannya menggunakan skema export credit agency (ECA) dengan Finvera dari Finlandia dan Indonesia Exim Bank," ujarnya.

Direktur Operasi dan Produksi Timah Alwin Albar mengatakan pengerjaan tanur ini dibangun Wika sebagai bentuk sinergi BUMN dan juga salah satu proyek strategis dari induk usaha MIND ID.

Baca juga: PT Timah gandeng Wijaya Karya bangun smelter dengan teknologi terbaru
Baca juga: PT Timah tanam 3.300 terumbu karang di laut Pulau Bangka

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020