Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyebut izin penyadapan yang diatur dalam Pasal 12B, 12C dan 12D UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bertujuan untuk memberikan kepastian hukum.

Dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan pemerintah dan DPR di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, Staf Ahli Menteri Kementerian Hukum dan HAM Agus Hariadi yang mewakili pemerintah mengatakan, penyadapan merupakan perbuatan yang secara umum dilarang atau ilegal.

Agar penyadapan menjadi legal dengan tujuan penegakan hukum, Agus Hariadi mengatakan diperlukan izin.

Kewenangan penyadapan dan merekam pembicaraan sesuai ketentuan Pasal 12 sebelum revisi tanpa adanya izin, ujar dia, merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan kaidah hukum.

"Dalam revisi pasal tersebut bertujuan untuk menyempurnakan substansi tentang kewenangan penyadapan untuk diatur sesuai kaidah hukum, yakni dengan ketentuan pasal 12B, 12C dan 12D," ucap dia.

Ada pun Pasal 12B mengatur penyadapan dan penggeledahan harus dilakukan atas seizin dewan pengawas setelah pimpinan KPK mengajukan permintaan secara tertulis. Selanjutnya dewan pengawas dapat memberikan izin tertulis paling lama 24 jam setelah permintaan diajukan.

Dalam kesempatan itu, pemerintah pun menjelaskan dihapusnya Pasal 19 ayat (2) tentang pembentukan perwakilan di daerah tidak untuk melemahkan pemberantasan korupsi, melainkan untuk memaksimalkan fungsi organ pemerintah yang berkaitan.

"Penghapusan norma Pasal 19 ayat (2) juga merupakan kewenangan open legal policy. Pembentuk undang-undang dengan memperhatikan kebutuhan hukum dan sebagai upaya negara untuk mendorong pemberantasan korupsi agar lebih efektif sehingga dapat berdaya guna," tutur Agus Hariadi.

Sementara sidang tersebut sekaligus untuk enam perkara yang sama-sama menggugat revisi UU KPK, yakni perkara nomor 62/PUU-XVII/2019, 70/PUU-XVII/2019, 71/PUU-XVII/2019, 73/PUU-XVII/2019, 77/PUU-XVII/2019 dan 79/PUU-XVII/2019.

Baca juga: Pakar: KPK Tak Perlu Izin Dalam Penyadapan

Baca juga: KPK Tolak Izin Penyadapan

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020