Tim pengawal kami tidak ikut memeriksa saat pengobatan tersebut, kami juga sudah minta pembantaran tapi kami tidak mendapatkan surat itu padahal ini kewajiban penasihat hukum untuk mengajukan
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyesalkan terdakwa kasus dugaan suap pengurusan kuota impor bawang putih, Mirawati Basri yang juga orang dekat politikus PDIP I Nyoman Dhamantra menyelewengkan izin berobat ke dokter kulit menjadi perawatan facial brigthening di RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD).

"Ada tindakan medis tidak sesuai penetapan, di sini tanggal 24 Januari ada tindakan medis berupa clinical facial brigheting dilakukan terdakwa padahal tidak disebutkan adanya permohonan untuk ada tindakan tersebut. Sedangkan tindakan medis yang dimohonkan untuk 24 Januari adalah untuk dilakukan pengobatan dokter spesialis kulit dan kelamin, papsmear dan kandungan dan bukan clinical facial brighthening," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Takdir menyampaikan hal tersebut dalam sidang pembacaan putusan sela. Dalam sidang tersebut, majelis hakim memutuskan untuk menolak permohonan eksepsi (keberatan) yang diajukan Mirawati dan Elviyanto dan memerintahkan JPU menghadirkan saksi pada sidang pekan selanjutnya.

"Tim pengawal kami tidak ikut memeriksa saat pengobatan tersebut, kami juga sudah minta pembantaran tapi kami tidak mendapatkan surat itu padahal ini kewajiban penasihat hukum untuk mengajukan," ucap jaksa Takdir menambahkan.

Persoalan izin berobat tersebut diajukan karena penasihat hukum Mirawati mengaku keberatan karena kliennya tidak dibolehkan untuk berobat pada 31 Januari 2020 meski sudah mendapat penetapan dari Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Penetapan tanggal 31 Januari betul sudah kami terima, tapi kami tidak melaksanakan karena ada memang rekomendasi yang kami dapatkan dari dr.Lili Nurhayanti bahwa semestinya tindakan tanggal 7 Februari 2020, di sini jelas ada 2 rekomendasi yang berbeda dan semestinya dilakukan pemeriksaan tanggal 7 Februari, bukan 31 Januari," ungkap jaksa Takdir.

Takdir juga menyampaikan bahwa Mirawati pernah mengalami sesak nafas di rumah tahanan KPK yang berlokasi gedung Merah Putih pada 20 Januari 2020 lalu dibawa ke puskesmas, namun karena pemeriksaan terlalu lama maka dibawa ke RSPAD dan dilakukan tindakan medis di RSPAD.

"Jadi terdakwa punya 2 tunggakan di mana minggu sebelumnya pihak penasihat hukum juga tidak datang sama sekali padahal beliau diinapkan 1 malam di RSPAD, dan kami coba untuk menghubungi penasihat hukum terdakwa tapi tidak merespon," tutur Takdir.

Baca juga: Tiga lokasi digeledah terkait kasus suap impor bawang putih

Terakhir, Takdir juga mengatakan bahwa Mirawati terbukti melakukan pelanggaran tata tertib di rutan KPK dan tidak dibolehkan untuk menerima kunjungan selama 1 bulan.

Pelanggaran itu berupa kedapatan meminjamkan telepon selular, power bank dan kabel data ke tahanan lainnya serta membuat kegaduhan di dalam sel.

Atas pernyataan tersebut, Mirawati pun meminta waktu untuk menjelaskan.

"Kejadian 20 Januari itu saya sudah bilang ke pengawal tahanan kalau saya sakit kepala, jadi lalu saya pingsan di rutan. Saya punya migren akut, bolak-balik saya pingsan di rutan lalu saya dibawa ke puskesemas. Sampai di puskesmas karena tensi tinggi saya disuntik kiri kanan kemudian muntah-muntah dan dirujuk ke UGD RSPAD jam 3 malam," ungkap Mirawati.

Di RSPAD, menurut Mirawati, dokter melakukan pengecekan MRI dan ditemukan pembengkakan di otak dan leher sehingga harus menjalani fisioterapi pada 29 Januari.

"Sedangkan untuk tanggal 7 Februari 2020 itu untuk mengambil hasil papsmear karena saya punya kisat. Sedangkan soal dokter kulit, sejak tinggal di rutan kulit saya di muka dan punggung gatal-gatal dan ada putih-putih. Ketika saya berobat bolak-balik ke poli tidak sembuh-sembuh," ujar Mirawati.

Ia pun mengaku saya mencari dokter kulit dan kelamin perempuan dan mendapat referensi ke RSPAD.

"Jadi untuk facial dan scrub itu karena saya ada putih-putih di wajah dan punggung, pengawal memang tidak ikut ke ruang pemeriksaan karena kan di sana buka baju, punggung saya kena eksim. Saya bukan buang duit untuk facial, dan pembantaran tidak ada tunggakan juga, PH hadir," ungkap Mirawati.

Penasihat hukum Mirawati juga mengaku keberatan dengan tindakan JPU yang dinilai melimpahkan kesalahan tata tertib Mirawati menjadi alasan untuk tidak memberikan pengawalan tahanan.

"Tolong lebih humanis lah, tolong kulit saya sensitif jadi saya harus diterapi, dokter syaraf juga meminta agar saya segera melakukan fisoterapi," kata Mirawati.

Baca juga: KPK turut amankan mobil milik orang kepercayaan Nyoman Dhamantra

Dalam perkara ini, I Nyoman Dhamantra selaku anggota DPR RI Komisi VI periode 2014-2019 didakwa bersama-sama dengan Mirawati Basri dan Elviyanto menerima hadiah uang sebesar Rp2 miliar dan janji uang sebesar Rp1,5 miliar dari Chandry Suanda bersama-sama Dody Wahyudi dan Zulfikar.

Tujuan penerimaan suap tersebut adalah agar Nyoman membantu pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian untuk kepentingan Chandry Suanda alias Afung.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020