Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih membahas masalah penanganan WNI yang menjadi Foreign Terrorist Fighter (FTF) atau terduga teroris lintas-batas dari Indonesia yang ada di Suriah dengan pihak-pihak terkait, baik antar lembaga terkait di dalam negeri maupun di luar negeri.

Baca juga: Kemlu: Pemulangan WNI simpatisan ISIS rumit

Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin, mengatakan, koordinasi ini sangat penting karena masalah FTF ini sangat pelik.

Itu diungkapkan Alius usai menjadi pembicara Regional Expert Meeting on Comprehensive and Tailored Strategies for the Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Persons Allegedly Associated with Terrorists Groups, di Jakarta, Senin.

Baca juga: Menhan: WNI simpatisan ISIS bisa pulang kalau insaf

“Kami sudah menerima informasi kalau ada sekitar 600 lebih FTF Indonesia yang ada di Suriah. Kebanyakan memang adalah perempuan dan anak-anak. Saat ini hal itu masih dibahas di Kemenko Polhukam bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya untuk langkah tindak lanjut ke depannya," ujar dia.

Ia mengungkapkan saat ini sudah ada beberapa negara yang telah memulangkan warganya dari Suriah, dan hal ini tentu bisa menjadi bahan pelajaran bagi Indonesia sebelum keluarnya keputusan itu.

“Jerman sudah memulangkan 100 orang lebih, Malaysia sudah tujuh orang, Australia ada sembilan orang dan sebagainya. Nah yang punya pengalaman itu hadir hari ini sehingga kita bisa saling sharing dan tukar pengalaman mengenai hal tersebut,” kata dia.

Baca juga: Pulangkan WNI Eks-ISIS, DPR: Perlakukan sebagai pencari suaka

Alumnus Akademi Kepolisian pada 1985 ini mengatakan Indonesia sebenarnya telah memiliki mekanisme penyaringan untuk terduga teroris lintas-batas yang akan masuk ke Indonesia itu.

“Contohnya seperti yang sudah dipulangkan pada 2017 dulu, sebelum adanya UU terorisme yang baru. Ketika kembali, mereka diikutkan program deradikalisasi dan ada juga yang diproses untuk masuk sel. Nah ke depan kami lihat bagaimana dengan adanya UU terorisme baru ini. Itu yang sedang kami diskusikan saat ini,” ujar dia.

Untuk itu dia berharap acara yang dihadiri banyak negara ini bisa menjadi salah satu peluang bagi Indonesia untuk saling bertukar informasi dan bisa memberikan solusi bagi masing-masing negara lainnya.

Baca juga: Seorang WNI perempuan terbunuh di kamp Al-Hol di Suriah

Sementara itu Koordinator Hukum dan Keadilan Kriminal Counter-terorism Committee Executive Directorate/CTED), Marc Porret, mengungkapkan, kegiatan ini ini untuk mengumpulkan berbagai kebijakan yang unggul dalam penanggulangan terorisme dari berbagai negara.

“Kami berdiskusi dan mengumpulkan banyak sampel dan hasil praktik penanggulangan terorisme yang sudah berjalan baik dari berbagai negara. Juga untuk memperdalam berbagai tantangan yang dihadapi negara-negara di Asia Tenggara dalam menghadapi isu penuntutan, rehabilitasi dan reintegrasi,” ujar dia.

Porret juga menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya acara hari ini di Jakarta karena Indonesia sendiri dinilai memiliki banyak pengalaman bagus dalam masalah penanggulangan terorisme.

Baca juga: Seorang WNI ditangkap di Filipina karena diduga ikut ISIS

“Kami senang kami dapat menyelenggarakan acara ini di Jakarta, karena Indonesia telah menjadi pemimpin isu ini dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia memiliki banyak pengalaman dengan hasil yang baik. Dunia perlu untuk belajar dari pengalaman Indonesia,” ucapnya.

Turut hadir juga dalam kesempatan tersebut Deputi bidang Kerjasama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, dan Kepala Seksi Politik Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Susumu Takanai.

Baca juga: Seorang WNI ditangkap otoritas Filipina diduga terkait Maute

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020