Semarang (ANTARA) - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) meminta pemerintah dan kalangan DPR Republik Indonesia untuk lebih rasional dalam menerapkan peraturan mengenai subsidi biaya ibadah haji.

"Saat ini subsidi yang diberikan hampir 49 persen, kami ingin ke depannya (subsidi) dikurangi. Beban dalam mencari nilai manfaat (dari dana haji) sedikit terbantu dan alasan lainnya adalah adil pada jamaah lain yang masuk daftar tunggu," kata anggota Dewan Pengawas BPKH Muhammad Akhyar Adnan di sela menghadiri kegiatan Diseminasi Pengawasan Keuangan Haji di Hotel Gumaya Tower, Semarang, Senin.

Ia mengungkapkan BPKH harus mengeluarkan subsidi hampir Rp7 triliun karena biaya haji secara riil mencapai Rp69,1 juta per orang setelah pemerintah menetapkan biaya haji 2020 sebesar Rp35,2 juta.

Baca juga: BPKH: Akumulasi dana haji capai Rp122 triliun

Ia menyebut, ibadah umrah yang hanya sepuluh hari membutuhkan biaya sekitar Rp30 juta, namun ibadah haji yang tercatat selama 40 hari hanya dikenai biaya Rp35 juta dan masih ada pengembalian uang "living cost" sebesar Rp5 juta.
 
Menurut dia, nilai manfaat yang diperoleh dari pengelolaan dana haji 2019 mencapai Rp7 triliun dan hampir semuanya digunakan untuk menyubsidi keberangkatan 200 ribu calon haji ke Tanah Suci.

"Semestinya bisa memberikan nilai manfaat yang lebih besar bagi empat juta calon haji yang masuk daftar tunggu," ujarnya.

Ia menjelaskan BPKH juga melakukan pengelolaan untuk meningkatkan nilai manfaat dana haji dan saat ini nilai manfaat paling besar dari sukuk.

Kendati demikian, saat ini BKPH sudah mulai menjajal investasi dengan catatan memenuhi kriteria syariah, aman, dan memiliki pengembalian yang bagus.

Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori yang hadir pada acara yang sama meminta agar pengelolaan dana haji tidak lagi secara konservatif.*

 

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020