Saya pikir saya akan berusaha memperkenalkan budaya Indonesia melalui produk ekonomi kreatif
Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior Mari Elka Pangestu siap menapaki karir baru sebagai Managing Director, Development Policy and Partnerships di World Bank.

Perempuan yang lahir di Jakarta, 23 Oktober 1956 itu adalah Menteri Perdagangan Indonesia sejak 21 Oktober 2004. Ia adalah salah satu perempuan berpengaruh yang memegang jabatan sebagai menteri di Indonesia. Berlanjut, ia pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Ia memperoleh gelar Bachelor dan Master of Economics dari the Australian National University, serta gelar Ph.D. dalam bidang Perdagangan Internasional, Keuangan, dan Ekonomi Moneter dari Universitas California, Davis pada 1986.

Sebelum menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Mari Pangestu telah lama aktif dalam berbagai forum perdagangan seperti  the Pacific Economic Cooperation Council (PECC) dan adalah salah seorang peneliti ekonomi terpandang di Indonesia. Mari Pangestu juga aktif mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain itu ia juga adalah seorang ekonom dari
Centre for Strategic and International Studies (CSIS).

Putri ekonom ternama Indonesia, J. Panglaykim, itu segera memulai tugasnya di Washington DC pada awal Maret 2020. Namun sebelum keberangkatannya, Mari berkunjung ke Redaksi Kantor Berita Antara, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.

Berikut petikan wawancara Mari Pangestu dengan pewarta Antara :

Bagaimana perjalanan untuk menuju karir baru sebagai Managing Director di Bank Dunia?

Kebetulan tahun 2019, tepatnya menjelang akhir tahun, diketahui ada posisi ini yang dibuka, maksudnya dalam arti ada posisi yang akan diisi, yaitu Direktur Pelaksana Bank Dunia di bawah Presiden Bank Dunia. Posisi itu memang dibuka dan negara boleh menominasikan.

Jadi, waktu itu Pak Luhut (Menko Kemaritiman) melihat kesempatan itu dan tentunya melaporkan ke Presiden Joko Widodo dan akhirnya dinominasi calon dari Indonesia kebetulan yang dipilih itu saya. Kebetulan, kriterianya yang harus dipilih adalah perempuan. Memang mereka berusaha ada ”gender balance” dalam komposisi di level direktur pelaksana. Satu direktur pelaksana laki-laki. Mereka ingin perempuan, tapi tentu harus ”qualified”.

Ke depannya, apa misi yang ingin dibawa nanti di posisi tersebut?

Ya mungkin nanti ada yang tidak begitu paham Bank Dunia. Ini posisi bukan istilahnya jatah Indonesia atau merepresentasi Indonesia. Kalau kita sudah duduk di Direktur Pelaksana membantu Presiden Bank Dunia kita itu merepresentasi semua anggota, tentu sebagian besar negara yang sedang berkembang, karena misi Bank Dunia itu adalah pembangunan dan mengentaskan kemiskinan serta menjamin bahwa seluruh pembangunan itu merata harus inklusif.

Tugas besarnya, pertama, bagaimana kita menjalankan kebijakan pembangunan di berbagai negara berbeda mulai dari yang paling miskin maupun yang mengalami perang, “natural disaster” sampai dengan yang seperti Indonesia, China, itu “middle income” yang sebetulnya tingkat kemiskinan mulai di bawah 10 persen tapi masih dalam tahap pembangunan karena belum jadi negara maju. Ini kalau kita lihat cakupannya banyak berbeda-beda kebijakan yang perlu dilakukan di level pembangunan berbeda.

Kedua, tentu harus dilihat secara geografis seperti apa, politik ekonominya seperti apa, sumber daya mereka seperti apa, jadi harus dianalisis. Intinya salah satu tugas yang besar adalah meningkatkan pembangunan di berbagai negara sehingga bisa mengentaskan kemiskinan.
Ahli ekonomi Indonesia, Mari Elka Pangestu menjawab berbagai pertanyaan saat wawancara eksklusif bersama Kantor Berita Nasional Antara Jakarta, Selasa (4/2/2020). Mantan Menteri Perdagangan tersebut dalam waktu dekat akan menjabat sebagai Direktur Pelaksana World Bank di Washington Amerika Serikat. ANTARA FOTO/Saptono/aa.


Indonesia posisinya akan seperti apa?

Indonesia masuk dalam “lower-middle income” dan kita termasuk dalam istilahnya “middle income trap”. Itu ada dua makna, sumber pertumbuhan kita yang selama ini berbasis sumber daya alam maupun manufaktur yang istilahnya masih padat karya. Sederhananya, bagaimana kita bisa mencari sumber pertumbuhan yang baru, dari sektor manufaktur maupun jasa-jasa maupun meningkatkan produktivitas dan inovasi yang ada di sektor lain misalnya pertanian dari sisi pertumbuhan.

Ada juga yang baru-baru ini dibahas, “middle income” di mana orang berpendapatan menengah yang sulit naik atau sepertinya trap, terperangkap di situ saja.

Saat ada "crisis shock" dia bisa terperangkap turun jadi miskin. Ini yang rentan miskin. Itu mudah sekali jadi miskin. Hidupnya juga tidak lebih baik. Ini problematika menurut estimasi ada lebih dari 100 juta orang, padahal kalau mereka bisa mulai berkembang bisa jadi sumber pertumbuhan dari segi konsumsi.

Kalau kita tidak mengatasi masalah itu bisa jadi sumber ketegangan sosial, bagaimana yang terperangkap dan merasa gaji saya enggak naik-naik, akses ke pendidikan terbatas itu akan memicu ketegangan sosial dan protes-protes seperti yang kita lihat di Spanyol, Chile, Prancis. Kita perlu memperhatikan bagaimana mengatasi hal itu, bukan hanya yang miskin.

Mengapa bisa terpilih pada posisi tersebut?

Mengapa saya terpilih jadi Direktur Pelaksana Bank Dunia, karena pernah mengalami bagaimana menjalankan kebijakan negara yang sedang berkembang dan yang besar dan relatif kompleks seperti Indonesia.

Apa rencana ke depan?

Sekarang kita di Bank Dunia, kita adalah orang Indonesia yang duduk di dunia internasional. Tapi kita wajah itu sebetulnya wajah dunia. Saya pikir saya akan berusaha memperkenalkan budaya Indonesia melalui produk ekonomi kreatif. Walaupun tidak seluruhnya, tapi nuansanya ada misal scarf atau aksesoris khas Indonesia.
Kita bisa mulai dari batik, jadi saya di forum internasional terkenal selalu mengenakan kain kebaya, atau segala macam busana yang kelihatan Indonesianya.

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020