Banda Aceh (ANTARA News) - Musibah gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 masih lekat dalam ingatan warga meskipun peristiwa itu sudah empat tahun berlalu menimpa Aceh.

"Di tahun keempat peringatan tsunami ini, peristiwa tersebut bukan dilupakan tapi malah semakin lekat di ingatan saya," kata Hj Zubaidah, warga Blower Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Jumat.

Zubaidah kehilangan delapan anggota keluarganya akibat tsunami, yaitu keluarga besar kakak kandungnya yang sejak kecil telah memeliharanya sebagai pengganti orangtuanya yang telah tiada.

Setiap teringat keluarga korban tsunami, Hj Zubaidah selalu mengunjungi pemakaman massal korban tsunami di Lambaro, Aceh Besar.

"Saya ziarah tidak hanya saat 26 Desember tapi begitu teringat (tsunami) saya langsung ke kuburan massal," tambahnya.

Mekipun tidak pernah mengetahui jenazah keluarganya, Zubaidah yakin kedelapan saudaranya dimakamkan di Lambaro bersama 50 ribu korban lainnya.

Hal senada diungkapkan Azhar Hanafiah yang kehilangan ibu, istri dan dua anak serta seorang anak angkatnya. Ia masih mengingat jelas bencana yang terjadi Minggu pagi itu.

Hanya Azhar yang ikut digulung gelombang tsunami yang selamat, sementara keluarganya tidak diketahui nasib dan keberadaannya hingga kini, namun ia yakin mereka telah dimakamkan di Lambaro.

Selain Hj Zubaidah dan Azhar Hanafiah, ratusan warga korban tsunami termasuk warga keturunan Tionghoa juga berziarah ke Lombara mengenang dan berdoa untuk keluarga mereka yang menjadi korban.

Setiap 26 Desember dan menjelang Hari Raya Idul Fitri serta Idul Adha, kuburan-kuburan massal korban tsunami antara lain di Ulelheue, Lambaro dan Lhoknga, dipadati peziarah.

Bencan tsunami 26 Desember 2004 diawali gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,3 skala Richter yang berpusat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh pukul 7.58 WIB.

Selain mengakibatkan 200 ribuan nyawa melayang, tsunami juga merusakkan sebagian besar infrastruktur Banda Aceh dan seluruh wilayah pesisir barat Aceh.  (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008