Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies Pingkan Audrine Kosijungan menilai ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh lebih optimal pada 2020 dibandingkan 2019 yang hanya tumbuh 5,02 persen.

"Pertumbuhan ekonomi di 2020 berpeluang untuk meningkat. Namun pemerintah tetap harus waspada dan bergerak cepat mengatasi setiap kondisi yang berpeluang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Pingkan dalam pernyataan di Jakarta, Jumat.

Pingkan mengatakan ekonomi nasional dapat tumbuh lebih baik di 2020 karena beberapa poin eksternal yang menghambat pertumbuhan pada 2019 telah bergerak ke arah yang lebih positif.

Baca juga: Luhut sebut ada corona, tahun 2020 tumbuh 5 persen sudah bagus

Faktor global tersebut antara lain tensi perang dagang Amerika Serikat dengan China yang mereda setelah adanya kesepakatan perjanjian perdagangan tahap pertama serta kejelasan dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada akhir Januari 2020.

Menurut dia, kesepakatan tahap pertama antara kedua negara adidaya dalam bidang ekonomi ini merupakan perkembangan besar dalam perang dagang yang telah terjadi selama 20 bulan terakhir.

"Sebagai imbalan atas keringanan tarif Amerika Serikat, China akan meningkatkan pembelian barang-barang Amerika Serikat serta mengatasi kekhawatiran yang berkaitan dengan perlindungan kekayaan intelektual, manipulasi mata uang dan pertanian," katanya.

Baca juga: Mari Pangestu prediksikan ekonomi global akan membaik pada 2020

Meski demikian, ia mengingatkan adanya risiko dari merebaknya virus corona yang berpotensi mengganggu kinerja perdagangan Indonesia-China, apalagi negara tirai bambu tersebut merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor Indonesia.

"Fenomena global yaitu merebaknya Virus Corona di China tentu memengaruhi neraca perdagangan Indonesia karena China merupakan salah satu mitra dagang utama kita dengan valuasi mencapai 72,8 miliar dolar AS pada tahun 2019," ujar Pingkan.

Di luar persoalan ekspor dan impor, Pingkan menambahkan devisa negara dari sektor pariwisata juga dapat terancam dengan adanya pelarangan penerbangan, meski hal tersebut merupakan kebijakan yang tepat untuk mencegah penyebaran virus.

Oleh karena itu, ia mengharapkan pemerintah menyiapkan upaya antisipatif untuk mencegah dampak keberlanjutan dari penerimaan negara di sektor pariwisata yang saat ini masih tergantung kehadiran wisatawan asal China.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 5,02 persen karena adanya perlambatan kinerja industri pengolahan, perang dagang Amerika Serikat dan China serta kondisi geopolitik.

Realisasi itu tidak sesuai dengan asumsi di APBN 2019 sebesar 5,3 persen, meski pencapaian tersebut, diantara negara G20, hanya kalah dari China yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi 6,1 persen.

Sementara itu, asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2020 ditetapkan dalam APBN sebesar 5,3 persen dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi global, prospek dan risiko ke depan.
 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020