Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mendesak agar kebijakan impor gula dapat betul-betul dievaluasi secara keseluruhan termasuk mengenai kuota dan perizinan dari mekanisme impor gula tersebut.

"Proses pengurusan izin impor seringkali kurang transparan dan memiliki banyak sekali hambatan. Hal ini pada akhirnya berdampak pada dunia usaha dan konsumen secara keseluruhan," kata Felippa Ann Amanta di Jakarta, Rabu.

Menurut Felippa, salah satu hambatan yang perlu dievaluasi adalah pembatasan pemberian izin impor. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015, impor gula hanya bisa dilakukan oleh importir yang mendapatkan izin untuk raw/refined sugar atau oleh BUMN untuk white sugar.

Baca juga: Pemerintah siap turunkan standar ICUMSA impor gula mentah

Padahal, masih menurut dia, proses pemberian izin impor juga tidak dilakukan secara transparan.

"Pembatasan ini mengakibatkan tidak ada kompetisi yang sehat diantara importir yang mengimpor gula. Tidak adanya kompetisi yang sehat menyebabkan, salah satunya, tidak efektifnya impor gula dan memunculkan celah penyalahgunaan wewenang impor," katanya.

Felippa berpendapat bahwa untuk mengatasi hal ini, Permendag Nomor 117 Tahun 2015 perlu dievaluasi dan direvisi karena hal tersebut diperlukan untuk membuka akses impor gula ke importir yang memenuhi persyaratan dan sudah melalui proses yang transparan.

Baca juga: APTRI minta impor gula sesuai kebutuhan konsumsi nasional

Selain itu, ujar dia, proses penetapan kuota dan pemberian izin juga harus diperjelas dan dibuat transparan. Nantinya, lanjut Felippa, yang ideal adalah proses impor akan melalui automatic import licensing system dimana siapapun importir yang sudah legal dan secara kapasitas mampu mengimpor akan bisa mengimpor sesuai dengan kebutuhan pasar.

Terkait penetapan kuota impor gula, ia mengemukakan bahwa kuota impor idealnya memang ditetapkan atas rekomendasi Kementerian Perindustrian karena Kementerian Perindustrian sudah mempertimbangkan kebutuhan industri.

Namun, lanjutnya, perlu ditegaskan pula penetapan kuota juga harus mempertimbangkan data yang akurat supaya jelas berapa besar kebutuhan impor dan berapa besar produksi yang sudah ada.

"Dengan adanya mekanisme impor yang kompetitif untuk semua importir dan pengurusan izin yang transparan, diharapkan tidak ada lagi kuota sehingga industri yang bergantung kepada impor ini bisa mendapatkan gula dengan harga terjangkau dan berkualitas dari manapun asalnya," jelasnya.

Selagi menata proses impor gula, Kementerian Pertanian juga perlu terus mendorong produksi gula dalam negeri, supaya petani gula kita siap berkompetisi dengan gula luar dan tidak dirugikan dengan pembukaan impor. Kalau proses ini sudah mampu menjadikan gula Indonesia kompetitif, maka jumlah impor gula juga akan berkurang dengan sendirinya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020