Banyak anak muda yang sekarang pendidikan lebih tinggi berusaha mencari akses pekerjaan karena mereka lebih berminat mencari pekerjaan, karena untuk memulai usaha baru butuh modal dan sebagainya
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial mendorong Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang sudah graduasi atau keluar dari Program Keluarga Harapan (PKH) untuk berwirausaha agar ekonomi mereka mandiri.

"Ya kita dorong untuk pemberdayaan," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras pada peluncuran hasil studi mengenai Penguatan Peluang Ekonomi Keluarga PKH di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa hal tersebut selaras dengan hasil penelitian Smeru Research Institute yang dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan pemerintah Australia di empat daerah.

Peneliti Smeru Research Institute, Widjajanti Isdijoso, memaparkan temuan utama studi yang dilakukan Bandung Barat, Indramayu, Surakarta, dan Pacitan, antara lain menyebutkan bahwa 60 persen anggota KPM usia pekerja memiliki tingkat pendidikan dasar atau bahkan lebih rendah.

"Studi memperlihatkan bahwa sebagian besar anggota keluarga penerima PKH berusia muda, 50 persen masih usia sekolah atau di bawah 20 tahun," kata Direktur Smeru Research Institute itu.

Baca juga: Kemensos alokasikan Rp31,3 triliun untuk Program Keluarga Harapan

Mereka yang mencapai pendidikan hingga jenjang SMP atau lebih tinggi biasanya berusia 15-30 tahun, hanya 20 persen di antaranya bagian dari tenaga kerja.

"Banyak anak muda yang sekarang pendidikan lebih tinggi berusaha mencari akses pekerjaan karena mereka lebih berminat mencari pekerjaan, karena untuk memulai usaha baru butuh modal dan sebagainya," katanya.

Namun, katanya, untuk memulai usaha tidak mudah karena membutuhkan modal dan mereka tetap harus bersaing dengan orang lain yang punya modal sosial lebih besar agar dapat akses ke pelatihan yang lebih jauh atau informasi pekerjaan terbatas karena mereka berasal dari keluarga yang relatif lebih miskin.

Selain itu, katanya, 36 persen responden adalah petani dengan modal minimal, alat sederhana, dan akses terhadap lahan serta air terbatas.

Sebanyak 18 persen responden memiliki UMKM dengan penghasilan lebih tinggi dari petani namun tidak memiliki izin usaha, tidak memiliki standar kompetensi usaha, serta hanya memiliki modal yang kecil dan 58 persen lainnya bekerja sebagai karyawan formal maupun informal di perusahaan kecil, namun tidak memiliki pengetahuan memadai akan peluang kerja dan bekerja tanpa kontrak.

Baca juga: Di Sebatik perbatasan RI-Malaysia, ratusan penerima PKH mundur

Mayoritas peserta PKH mengalami keterbatasan dalam mengakses pelatihan keterampilan, layanan penempatan kerja, dan skema hibah modal lokal.

Dia mengatakan rekomendasi hasil studi itu dibutuhkan afirmasi supaya mereka tidak dibiarkan sendiri, maka program pemerintah yang lain juga tetap harus memperhatikan mereka dan anak-anak mudanya lebih mudah mendapatkan akses pekerjaan atau modal usaha kalau mereka mau berwirausaha.

"Pendekatan kita melalui dua cara, yaitu bagaimana menghubungkan mereka dengan upaya untuk bisa meningkatkan kewirausahaan juga di lain pihak untuk akses ketenagakerjaan," katanya.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat mengatakan bantuan PKH bisa untuk modal usaha sehingga diharapkan muncul usahawa baru dari KPM PKH.

"Bagi KPM yang sudah punya usaha tidak masalah kita akan jembatani lewat program Kube dan pemberdayaan lainnya, tahun kedua bisa kita prospek untuk bantuan modal dari program lainnya," kata dia.
​​​​
Baca juga: Satu juta penerima manfaat PKH ditargetkan lulus tahun 2020
Baca juga: Mensos dukung anak-anak keluarga penerima PKH cetak prestasi

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020