Jakarta (ANTARA) - Analis konflik dan terorisme Alto Luger mengatakan pemerintah harus memasukkan klausul pencabutan kewarganegaraan bagi WNI yang bergabung dengan kelompok teroris di luar negeri pada undang-undang.

"Undang-undang harus bisa memasukkan klausul atau pasal yang mengatakan, kalau kamu bergabung kelompok teroris di luar negeri, maka otomatis kewarganegaraan bisa dicabut atau paling tidak diminimalkan, sehingga tidak ada perlindungan konsuler dan lain-lain bagi mereka," kata Alto di Jakarta, Rabu.

Saat ini, kata dia belum ada klausul atau pasal tersebut tercantum dalam undang-undang, sehingga akan ada pendapat bahwa mereka yang tergabung dalam kelompok terorisme belum bisa dikatakan eks-WNI.

"Nah itu tanggung jawab dari pemerintah, eksekutif dan legislatif untuk membuat aturan agar orang tidak gampang ikut dalam kelompok terorisme," katanya.

Sebanyak 600 lebih ISIS eks-WNI yang dikatakan pemerintah tidak akan dipulangkan, kata dia, belum bisa dikatakan sudah batal kewarganegaraan mereka apalagi kalau orang mengklaim pembatalan tersebut hanya karena video pembakaran paspor.

"Ya nggak (begitu) dong, semua orang ngomong bakar paspor, tapi kita nggak pernah ada bukti melihat bahwa yang dibakar itu paspor, kalau misalnya si A bakar paspor masa B, C dan D otomatis dianggap susah meninggalkan kewarganegaraan, kan tidak kan, itu perlu 'assessment'," kata dia.

Pengamat Timur Tengah dan Terorisme, M Syauqillah juga menyampaikan hal serupa, dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 hanya menjelaskan WNI kehilangan kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing.

"Dan hari ini WNI masuk ke ISIS nah apakah kita menafsirkan ISIS itu dinas tentara asing? Padahal dalam hukum militer, ISIS adalah 'unlawfull' kombatan atau kelompok teroris," kata dia.

Jika WNI yang masuk ke ISIS dikatakan batal kewarganegaraan artinya menurut dia sama saja dengan mengakui ISIS sebagai negara yang sah dengan asumsi mereka bergabung dalam kombatan ISIS sama dengan masuk dinas tentara asing.

Kemudian dari undang-undang tersebut menjelaskan tidak memungkinkan Indonesia menghapus kewarganegaraan karena tidak menganut sistem "stateless".

"Jadi jika Indonesia mau membuat warganegaranya stateless maka pasal 30 harus ada tata syarat WNI dalam konteks penghapusan dan pembatalan WNI, bisa dalam peraturan pemerintah atau merevisi undang-undang," ujarnya.

Baca juga: MUI Palu: Pemulangan WNI mantan ISIS perlu merujuk pada peraturan

Baca juga: Peradilan "in absentia" dapat dibuat tentukan nasib WNI eks ISIS

Baca juga: Gayus sebut nasib WNI eks ISIS harus diputus pengadilan

Baca juga: Keputusan soal anggota ISIS asal Indonesia berlandaskan hukum kuat

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020