Makassar (ANTARA) - Universitas Hasanuddin bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) membangun komitmen bersama dengan memberikan pendampingan Perguruan Tinggi dalam upaya penurunan kekerdilan (stunting) pada kabupaten dan kota di Indonesia.

Hal tersebut dikemukakan Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Unhas Prof. Dr Muh Nasrum Massi, Ph.D melalui Humas Unhas Ishak Rahman di Makassar, Kamis.

Dia menjelaskan, komitmen itu tertuang dalam nota kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh Rektor Unhas diwakili oleh Nasrum dan Sekretaris Eksekutif Ad-Interm Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Bambang Widianto) di Jakarta pada Selasa (11/2) lalu.

Menurut Nasrum, penandatanganan nota kesepakatan tersebut bertujuan untuk memberikan pendampingan kepada pemerintah Kabupaten/Kota yang telah menandatangani komitmen pelaksanaan percepatan penurunan angka kekerdilan di Provinsi Sulawesi Selatan yang meliputi Kabupaten Enrekang, Bone, Kepulauan Selayar, Pinrang, Gowa, Tana Toraja, Sinjai, Jeneponto dan Takalar.

Kemitraan pemerintah dan perguruan tinggi dalam upaya percepatan pencegahan kekerdilan dimaksudkan untuk memobilisasi sumberdaya dan mendorong partisipasi aktif mitra pemerintah dalam program pendampingan yang dilakukan di lapangan.

Baca juga: Sulsel targetkan tekan angka kekerdilan menjadi 29,2 persen di 2020

Baca juga: Sulsel klaim berhasil tekan angka kekerdilan anak 5,1 persen

Baca juga: Entaskan "stunting" di Sulsel, PKK dorong optimalisasi posyandu


Program pendampingan percepatan pencegahan rencananya akan dilakukan dengan melakukan pertemuan bersama seluruh organisasi perangkat daerah, camat, kepala desa maupun pihak terkait.

Termasuk melakukan pengumpulan dan publikasi data serta program program percepatan yang sudah dilakukan secara berkala serta menyusun kebijakan kampanye perubahan perilaku dan komunikasi antar pribadi sekaligus meningkatkan peran desa dalam melakukan konvergensi percepatan pencegahan kekerdilan di desa.

“Selain melakukan pendampingan, kami juga bertanggung jawab melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan program dan kegiatan itu dapat berjalan efektif,” kata Nasrum.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang mencatat angka kekerdilan masih 30,8 persen sesuai hasil Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) pada 2018, sementara pada 2019 sudah menurun menjadi 27,67 persen secara nasional.

Kondisi serupa terjadi khusus di Sulawesi Selatan. Dinas Kesehatan Sulsel mengklaim sudah ada penurunan angka kekerdilan pada 2019 sekitar 5 persen atau 7.986 anak sehingga angkanya tercatat 151.398 anak dari angka 159.375 pada 2018.*

Baca juga: Pakar: Susu formula bukan solusi atasi stunting

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020