Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat memberikan tenggat waktu hingga Maret kepada PT. Gili Trawangan Indah (GTI) untuk menunaikan butir-butir kontrak atas pengelolaan lahan seluas 65 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, jika tidak dilaksanakan izinnya akan dicabut.

"Kita berikan peringatan sampai Maret 2020. Kalau tidak kontrak GTI diputus. Tapi memang ini belum keputusan resmi dari Tim Terpadu," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) NTB, H. Muhammad Rum di Mataram, Jumat.

Baca juga: Sekda NTB: Pemutusan kontrak GTI dalam kajian

Baca juga: Komisi III DPRD NTB rekomendasikan pemutusan kontrak PT GTI

Baca juga: Kejaksaan sarankan Pemprov NTB putuskan kontrak dengan PT GTI


Ia menjelaskan, sebelum memutus kontrak PT GTI, pemerintah provinsi akan memberikan teguran terlebih dahulu hingga tiga kali. Jika tidak diindahkan barulah keputusan pencabutan izin akan dilaksanakan. Tentunya, atas dasar rekomendasi seperti yang telah disampaikan Kejaksaan Tinggi NTB, Komisi I dan Komisi III DPRD NTB dan Tim Terpadu yang terdiri dari Polda NTB, Kejaksaan dan unsur-unsur terkait lainnya.

"Bupati Lombok Utara sendiri sudah menyampaikan bahwa masyarakat di Gili Trawangan menginginkan agar GTI keluar dari pulau itu," ujarnya.

Mantan Kepala BPBD NTB ini, menyatakan seharusnya pemutusan kontrak PT GTI sudah diputuskan pada saat rapat koordinasi (Rakor) pembahasan penyelesaian sengketa lahan PT GTI dengan Pemprov NTB yang saat itu dihadiri Gubernur Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur, Hj. Sitti Rohmi Djalilah, Bupati Lombok Utara, Najmul Ahyar serta dari pihak unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) pada Rabu (12/2) malam. Namun, rencana pengambilan keputusan batal lantaran sejumlah pihak tidak hadir.

"Pada rapat itu harusnya ada kata sepakat. Tapi karena yang hadir enggak bulat maka pak Gubernur meminta kelanjutan finalisasi masalah GTI dituntaskan melalui kajian yang mendalam oleh Tim Terpadu yang diketuai Sekda NTB," jelas Rum.

Gubernur NTB sendiri kata Rum, tidak mau gegabah membuat keputusan sepihak. Mengingat, gubernur selalu mewanti-wanti pada jajaran OPD Pemprov agar perlakuan pada investor yang menanamkan investasi di NTB sebisa mungkin harus ramah dilayani dan tidak boleh mengedepankan prinsip kekuasaan yang dimiliki selama ini.

"Makanya, melalui Tim Terpadu ini, prosedur itu digunakan oleh pemprov. Sekali lagi, suka tidak suka, PT GTI itu adalah pemegang HGU di lahan itu. Sehingga, secara aturan perundang-undangan mereka berhak mengelola salah satu kawasan pariwisata unggulan di NTB itu," jelas Rum.

Menurut dia, selama ini komunikasi dengan pihak GTI telah intensif dilakukan. Hanya saja, syarat GTI agar pemprov melakukan pembersihan dan pengosongan areal itu dari masyarakat sangat sulit diwujudkan. Apalagi, klausul permintaan itu tidak ada dalam perjanjian kerjasama selama ini.

"Aneh permintaan GTI sama dengan kita dibenturkan dan berhadapan dengan masyarakat. Makanya, kita enggak mau. Apalagi, kewajiban GTI untuk membangun sebanyak 150 cottage selama tiga tahun berjalan belum mereka indahkan hingga kini. Jadi memang, ada sikap wan prestasi yang dilakukan manajemen GTI," katanya.

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020