Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto memandang perlu pemetaan yang baik terkait dengan WNI eks ISIS sehingga dapat diambil kebijakan yang profesional dan tidak terburu-buru.

"Apa yang sesungguhnya terjadi di sana, apa motif dan modusnya, seberapa dalam juga mantan-mantan WNI yang kemudian juga terlunta-lunta ke luar negeri sebagai akibat terbawa oleh ideologi ISIS ataupun berjuang dengan ISIS," kata Didik di kompleksDPR RI, Jakarta, Jumat.

Didik memahami apa yang disampaikan pemerintah tidak akan memulangkan WNI eks ISIS karena dalam konteks legal standing, pemerintah pasti mempertimbangkan beberapa aspek.

Baca juga: Pakar: Status hilangnya kewarganegaraan WNI cukup keputusan Menkumham

Baca juga: Kodam: Radikalisme merupakan ancaman terhadap bangsa dan negara

Baca juga: MPR: Kaji matang rencana pulangkan anak WNI eks ISIS


Dari aspek legal, misalnya, WNI yang sudah bergabung dengan ISIS sudah menanggalkan kewarganegaraan Indonesia.

"Kita juga harus juga menghargai negara mempertimbangkan faktor stabilitas keamanan di Indonesia sendiri," katanya.

Selanjutnya, bagaimana pun memastikan bahwa penduduk yang ada di Indonesia ini tidak terintimidasi dengan potensi-potensi seandainya kemudian tidak ada mapping yang baik, tidak ada penanganan yang baik di sana," ujarnya.

Dia mengingatkan bahwa 88 negara yang warganya menjadi tentara ISIS tidak melakukan respons terhadap warga negaranya di sana.

Hal itu, menurut dia, karena sudah menjadi yurisdiksi hukum di Suriah karena bagaimana pun bisa bayangkan Suriah sebagai negara berdaulat yang punya yuridiksi hukum sendiri.

"Namun, perlu pahami ke depan ketika melihat mantan WNI terkait dengan nasibnya di sana, tentu sudah menjadi domain yuridiksi hukum internasional," katanya.

Menurut dia, bagaimana PBB memperlakukan warga negara yang stateless karena pilihannya mereka sendiri bergabung dengan ISIS, tentu ini respons dari PBB menjadi penting untuk disikapi ke depan.

Baca juga: Pengamat sebut pemerintah tak langgar kebebasan WNI eks ISIS

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020