Dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena telah berpraktik cukup lama dan meraup banyak keuntungan
Jakarta (ANTARA) - Pihak kepolisian akan menjerat tiga tersangka yang mengoperasikan klinik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat, dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Kita masukkan UU TPPU karena dia praktek cukup lama dengan keuntungannya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus kepada wartawan di lokasi penggerebekan klinik ilegal di Jalan Paseban No.61, Jakarta Pusat, Jumat.

Baca juga: Klinik aborsi ilegal di Jakarta Pusat raup keuntungan Rp5,5 miliar

Baca juga: Polisi ungkap klinik ilegal di Paseban aborsi 903 janin dalam 21 bulan

Baca juga: Polisi gerebek klinik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat


Yusri menjelaskan UU TPPU akan dikenakan kepada tiga tersangka itu karena uang yang dikeruk oleh kegiatan ilegal klinik itu sangat besar.

Keuntungan yang didapat dari operasional klinik ilegal itu selama 21 bulan mencapai Rp5,5 miliar.

"Total selama 21 bulan, pengakuan hampir Rp5,5 miliar lebih keuntungan yang didapat yang bersangkutan," kata dia.

Dijelaskan Yusri, klinik ilegal ini mematok harga mulai dari satu hingga 15 juta rupiah.

"Tarif ada yang berdasarkan satu bulan, dua bulan, tiga bulan. Sebulan Rp1 juta, dua bulan Rp2 juta, tiga bulan Rp3 juta, diatas itu Rp4 juta sampai Rp15 juta," ujarnya.

Yusri mengatakan klinik ilegal ini dijalankan oleh tiga tersangka yakni MM yang berperan sebagai dokter yang melakukan aborsi, RM sebagai bidan dan S sebagai staf administrasi di klinik ilegal itu.

Tersangka MM diketahui memang berprofesi sebagai dokter. MM dulunya adalah dokter yang berstatus sebagai pegawai negeri di Riau, namun dipecat karena masalah disiplin.

Sedangkan RM yang berperan sebagai bidan juga seorang residivis dalam kasus serupa. Demikian juga dengan tersangka S yang juga resividis dalam kasus yang sama

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka itu kini ditahan di Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan intensif.

Mereka dijerat dengan pasal berlapis yakni Mereka dijerat Pasal 83 Juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55, 56 KUHP.

Adapun ancaman hukuman akibat tindakan mereka adalah di atas 10 tahun penjara.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020