Jakarta (ANTARA) - Temperatur udara sekitar 17 derajat Celcius ditambah angin dengan kecepatan 63 kilometer/jam serta hujan rintik-rintik menyambut Presiden Joko Widodo dan rombongan di Mount Ainslie (berketinggian 843 meter dari permukaan laut), di Canberra, Australia, Minggu (9/2).

Bandingkan dengan udara Jakarta yang temperatur udaranya sekitar 29 derajat Celcius dan kecepatan angin 11 kilometer/jam pada saat yang sama, tentu perpaduan hujan dan angin itu membuat sensor tubuh mencari cara untuk menghangatkan diri entah menambah pakaian pelapis atau mencari perlindungan.

Jokowi pun akhirnya melapisi jas birunya dengan jaket merah berlambang Garuda di bagian punggung yang kerap ia pakai untuk acara-acara yang lebih informal. Dengan sedikit penyesuaian untuk memakainya, jaket merah tersebut pun mirip vest yang kelihatan terpadu dengan jas biru lautnya Jokowi.

Sedangkan Pelaksana Kepala Otoritas Ibukota Nasional Canberra, Sally Barnes, yang menyambut dia dan rombongan di lokasi, cukup santai dengan mengenakan mantel selutut serta rok. Ia pun piawai menerangkan bagian-bagian kota Canberra yang dapat dilihat dari ketinggiaan Mount Ainslie selama sekitar 15 menit ke Jokowi.

Menurut Barnes, Canberra dibangun sebagai ibukota negara benua itu pada 1913. Kota ini tergolong kota yang muda dan direncanakan mulai dari nol untuk mencerminkan nilai-nilai demokrasi dari masyarakat Australia.

Barnes pun merasa terhormat Jokowi datang langsung untuk belajar dan mendengarkan apa saja yang sudah dilakukan pemerintah federal Australia dalam membangun Canberra sebagai ibukota negara.

Tujuan kunjungan
Jokowi memang ingin mempelajari tata kota Canberra, Australia, sebagai bahan perbandingan untuk ibukota baru Indonesia.

"Ya saya tadi pagi ke Gubernur Jenderal (David Hurley) kemudian bertanya juga ke Perdana Menteri (Australia), Scott Morrison, dan sekarang bertanya ke Bu Sally Barnes CEO-nya National Capital Authority di sini, kita ingin mendapatkan sebuah bayangan seperti apa sebetulnya kota Canberra," kata Jokowi.

Canberra adalah kota yang didirikan pada 1913 dengan luas 814,2 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 410.301 jiwa atau memiliki kepadatan 173,3 jiwa/kilometer persegi (kota kelima terpadat di Australia). Bandingkan bandingkan dengan luas Jakarta yaitu 661,5 km persegi dengan kepadatan penduduk 15.366 jiwa/km persegi (BPS 2017), ​​​​​​ Jakarta 86 kali lebih padat ketimbang Canberra dari sisi jumlah penduduk. Canberra jelas kota yang sepi! 

"Yang baik-baik akan kita ambil untuk pembangunan ibukota baru. Baik manajemennya baik tata kotanya. Saya kira tadi kita lihat gedung-gedungnya tidak ada yang tingginya lebih dari tujuh lantai, di sisi yang lain, yang jauh dari area pemerintahan diperbolehkan gedung tinggi-tinggi, di situ sangat bagus," kata Jokowi.

Ia yakin perpindahan ibukota baru ke Kalimantan Timur dapat terlaksana pada 2024 setelah dicanangkan pada 2019 lalu alias berjarak lima tahun saja. "Iya sesuai rencana seperti itu, Insya Allah pindah kita," kata dia.

Apalagi menurut dia, persiapan perpindahan ibu kota sudah dilakukan sejak lima tahun yang lalu.

"Sudah dimulai lomba desain setahun yang lalu, studinya sudah dimulai lima tahun yang lalu, dan sudah kita memutuskan, sekarang tinggal menunggu UU di DPR. Kalau sudah ada UU tinggal kita lakukan pembersihan lahan, lalu kita lakukan pembangunan infrastruktur dasar. Saya kira itu yang akan kita lakukan," kata dia.

Meski begitu, dia tidak merinci apakah ada teknologi khusus atau contoh tata kota tertentu dari Canberra yang pasti digunakan di ibukota baru Indonesia.

Rencananya pada 2024 ibu kota negara Indonesia sudah pindah ke ibukota baru yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Pada 23 Desember 2019 lalu, sudah ditetapkan desain dengan judul "Nagara Rimba Nusa" sebagai Pemenang Pertama Sayembara Gagasan Desain Kawasan Ibukota Negara. Konsep itu ditawarkan tim Urban+ dengan membawa keseimbangan antara tata kota modern, pembangunan manusia, sifat manusia, dan kelestarian alam.

Kontur lokasi ibu kota baru berbukit-bukit karena merupakan bekas hutan tanaman industri seluas 256.000 Hektare ditambah kawasan cadangan sehingga totalnya mencapai 410.000 Hektare dengan kawasan inti seluas 56.000 Hektare.

Nantinya ibu kota baru akan terbagi menjadi sejumlah kawasan yaitu kawasan pemerintahan seluas 5.600 Hektare, kawasan kesehatan, kawasan pendidikan serta kawasan riset dan teknologi. Sebagai ilustrasi, Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur memiliki luas sekitar 3.600 Hektare. 
 
Presiden Joko Widodo bersama Pelaksana Kepala Otoritas Ibukota Nasional Canberra, Sally Barnes, di Mount Ainslie, Canberra, Australia, Minggu (9/2). ANTARA/Desca Natalia


Kota terencana
Canberra merupakan satu kota terencana sejak awal. Awalnya, ada perbedaan pandangan soal penentuan ibukota Australia karena ada yang menghendaki di Sydney sedangkan sebagian lain ingin di Melbourne. Akhirnya, pada 1908, DPR Australia memutuskan distrik Yass-Canberra sebagai lokasi yang mendapat suara dukungan terbanyak untuk menjadi ibukota.

Pada 30 April 1911, pemerintah Australia membuka kompetisi desain Canberra sebagai ibukota Australia. Barulan pada Mei 1912 diumumkan pemenangnya adalah Walter Burley Griffin asal Amerika Serikat. Rancangan Griffin memiliki banyak pola geometri seperti jalan raya segi enam dan segi delapan terpusat yang membentang ke berbagai penjuru.

Misalnya Griffin merancang segitiga untuk area nasional pusat yang melintang antara Gunung Ainslie dan Mount Black. Pada sisi selatan danau buatan Burley Griffin (danau ini melintang dari timur ke barat dan membagi kota menjadi dua) dirancang kantor-kantor pemerintahan yang mengarah ke Gedung DPR Australia.

Hasilnya, terbentuk cekungan tengah membentang dari Capital Hill (lokasi Parliament House baru) di atas bukit sisi selatan-utara-timur laut melintasi cekungan tengah ke pinggiran utara di sepanjang Anzac Parade sampai Australian War Memorial.

Poros ini dirancang sedemikian rupa sehingga War Memorial tampak berdiri tepat di kaki Mount Ainslie apabila dilihat dari Capital Hill. Sedangkan di bukit yang lebih rendah, ada kantor-kantor pemerintahan, universitas, akademi militer, dan balai kota.

Namun pembangunan itu mengalami kendala utama yaitu kekurangan dana karena Australia ikut berperang dalam Perang Dunia I. Barulah pada 1924, pemerintah menetapkan perlindungan untuk rancangan kota milik Griffin, sejak saat itu tak boleh ada yang mengubah perencanaan kota tanpa persetujuan Parlemen (Commonwealth Parliament). Canberra tak ingin kehilangan karakter kotanya.
 
Presiden Joko Widodo bersama Pelaksana Kepala Otoritas Ibukota Nasional Canberra, Sally Barnes, di Mount Ainslie, Canberra, Australia, Minggu (9/2). ANTARA/Desca Natalia


Bagaimana Jakarta?
Satu penelitian Nature Communication pada 29 Oktober 2019 mengungkapkan sejumlah negara, termasuk Indonesia, akan tenggelam pada 2050. Penelitian itu mengungkapkan permukaan laut akan mengalami kenaikan sekitar 30 hingga 50 sentimeter.

Dalam penelitian itu, disebutkan kalau Jakarta bersama dan kota pesisir di sejumlah negara akan tenggelam pada 2050. Tenggelamnya kota-kota ini akibat dari kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global ditambah dengan penurunan permukaan tanah yang menyebutkan sejka 2000-2005 Jakarta mengalami penurunan permukaan tanah sekitar 5-15 cm setiap tahun.

Sedangkan berdasarkan riset tim peneliti geodesi ITB, di Jakarta Utara setiap tahun telah terjadi penurunan permukaan tanah dengan kedalaman mencapai 25cm.

Penurunan tanah sesungguhnya tidak hanya terjadi di Jakarta Utara, tetapi di seluruh DKI Jakarta; Jakarta Barat turun sampai 15 cm per tahun; Jakarta Timur, 10 cm setiap tahunnya; Jakarta Pusat mencapai dua cm setiap tahun sedangkan Jakarta Selatan penurunannya sekitar  satu cm per tahun. 

Penyebab utama penurunan tanah ini adalah karena pengambilan air-tanah dalam yang berlebihan. Air tanah dalam adalah air tanah yang terletak di kedalaman sekitar 80-300 meter di bawah permukaan tanah.

Intensnya pengambilan air-tanah dalam di Jakarta, menggunakan sumur dan pompa air, karena PDAM DKI Jaya hanya bisa memenuhi 40 persen kebutuhan air bersih, termasuk air minum warga ibukota.

Air dalam tidak hanya digunakan gedung-gedung tinggi tapi juga setiap hari digunakan masyarakat umum karena air tanah yang lebih dangkal sudah tercemar alias berwarna abu-abu cenderung hitam dan mengeluarkan bau.

Upaya pemerintah provinsi DKI Jakarta yang mendorong pembuatan sumur resapan di setiap rumah juga dinilai tidak tepat karena hanya dapat mengembalikan air ke sumber air tanah dangkal yang kedalamannya hanya beberapa meter atau beberapa puluh meter saja.

Alhasil, sumur resapan, tidak akan mengganti air tanah dalam, sehingga upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi DKI Jakarta sama sekali tidak mempengaruhi dan mencegah penurunan permukaan tanah.

Air tanah dalam hanya bisa dikembalikan ke sumbernya dengan menggunakan metode artificial recharge di mana air disuntikkan kembali ke sumber air-tanah dalam tetapi teknologi ini sangat mahal dan belum ada satu pun di Jakarta yang melakukannya.

Jakarta sesungguhnya dapat meniru apa yang dilakukan Tokyo. Ibukota Jepang itu sebelum 1975, juga mengalami masalah penurunan permukaan tanah namun Tokyo lalu benar-benar menghentikan penggunaan air tanah. Tidak ada lagi gedung yang diperbolehkan mengambil air tanah. Dengan menerapkan kebijakan itu sejak 1975, penurunan permukaan tanah di Tokyo pun berhenti.

Namun bila pemerintah ibukota kota tidak mampu "menyelamatkan" Jakarta sebagai ibukota, maka perpindahan ibu kota dapat menjadi opsi yang dapat ditempuh.

Sejumlah negara diketahui pernah memindahkan ibukota negaranya selain Australia.

Pertama adalah kota ibukota Brasil, menggantikan Rio de Janeiro. Berbeda dengan Rio de Janeiro yang lebih padat, Brazilia dibangun secara lebih tertata, di mana bagian-bagian kota dialokasikan untuk kepentingan yang berbeda-beda.

Kedua, Pakistan memilih ibukota baru yang bisa merepresentasikan keberagaman bangsanya yaitu Islamabad. Selain itu akses yang mudah, serta terpisah dari aktivitas ibu kota sebelumnya, Karachi, Islamabad merupakan kota yang bersih, luas dan memiliki banyak ruang hijau dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Pakistan.

Ketiga, Abuja, ibukota Nigeria sengaja dibangun karena lokasinya yang lebih sentral dan memiliki akses yang mudah dibandingkan Lagos. Selain itu, kota itu juga memiliki lahan yang memadai untuk dikembangkan. Kota ini juga dibangun dengan tujuan untuk menyatukan suku, agama dan etnis yang berbeda di Nigeria.

Keempat, Putrajaya adalah kota yang dirancang khusus itu menjadi pusat pemerintahan federal Malaysia, tetapi Kuala Lumpur tetap sebagai ibukota resmi dan kediaman raja.

Kelima, Kazakhstan memindahkan ibukotanya ke Astana, yang telah berganti nama menjadi Nursultan, sebagai bentuk penghargaan terhadap mantan presiden Nursultan Nazarbayev.

Pergantian pusat Kazakhstan dari kota lama, Almaty ini dilakukan karena lokasinya yang lebih mudah diakses untuk Rusia dan rendahnya peluang gempa bumi merupakan beberapa alasan pemindahan ibu kota ini.

Keenam, ibukota Myanmar dipindah dari Yangon ke Naypyidaw pada 2005. Naypyidaw memiliki letak yang lebih sentral dibandingkan Yangon dan kemudian menjadi lokasi pusat administrasi pemerintahan Myanmar.

Ketujuh, New Delhi di India adalah ibu kota baru dibangun di dekat kota tua Delhi, yang menjadi ibu kota Kekaisaran Mughal mulai 1648 sampai 1857. Selama berabad-abad sebelumnya, Kolkata berfungsi sebagai ibu kota wilayah kekuasaan Inggris di India. Tetapi pada 1911 ibukota dipindahkan karena adanya penentangan terhadap kekuasaan Inggris di wilayah Bengala yang berada di sekitar Kolkata (dahulu Kalkuta).

Akan tetapi dan juga menarik, semua ibukota baru negara-negara itu berada di daratan yang sama atau di pulau yang sama dengan ibukota lamanya. Yang terdekat adalah Putrajaya terhadap Kuala Lumpur (sekitar dua jam perjalanan mobil), dan terjauh adalah Almaty ke Astana sejauh 1.298,2 km.  

Jadi siapkah Indonesia membangun suatu ibukota yang benar-benar terencana dalam lima tahun ke depan?

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020