Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta masyarakat agar tidak menjadi irasional dan inefisien dalam menghadapi ancaman COVID-19 (virus corona).

"Kita ini bangsa yang sangat rasional dan efisiensi. Jadi jangan sampai terjadi inefisiensi 'budgeting', kalau semua yang pakai masker ini katanya batuk harus saya periksa mau tidak? Budgetnya bagaimana? Inefisien budgeting namanya, harus menunjukkan tanda-tanda dia habis melakukan perjalanan ke mana, kontaknya siapa saja itu yang diperiksa, tapi jangan membabi-buta. Itu namanya irasional," kata Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di gedung Bina Graha Jakarta, Senin.

Terawan menyampaikan hal itu seusai menghadiri rapat koordinasi "Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Penanganan COVID-19" bersama Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi.

Hal itu diungkapkan Terawan menjawab pertanyaan wartawan mengenai kemungkinan jumlah kasus COVID-19 positif di Indonesia dan banyaknya masyarakat yang memborong masker.

Baca juga: Turis China positif Virus Corona tidak terinfeksi di Bali, kata Menkes

Baca juga: Menkes nyatakan siap jika Indonesia bantu China atasi Virus Corona

Baca juga: Menkes: WNI selesai observasi virus corona tidak dilarang berkerumun


Terawan juga meyakini nihilnya kasus COVID-19 di Indonesia karena kekuatan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

"Kita ini negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa, apapun agamanya selama kita berpegang teguh pada Pancasila, doa itu menjadi hal yang utama maka namanya 'ora et labora'. Ini hak negara kita bahwa kita mengandalkan Yang Maha Kuasa, selama kita mengandalkan Yang Maha Kuasa, ya, itulah hasil yang kita dapatkan sekarang. Masa berdoa saja malu? Salahnya sendiri. Orang boleh beragama tapi belum tentu mau berdoa," kata Terawan.

Terawan mengakui meski pemerintah berusaha untuk membuat peraturan mencegah aksi spekulan di pasar yang memborong masker, namun hal tersebut tidak akan efektif.

"Karena itu saya menekankan dari WHO mengatakan yang pakai (masker) itu yang sakit dan yang bekerja di tempat risiko tinggi seperti RS dengan penyakit infeksi, di ICU pun kalau bukan penyakit menular tidak pakai (masker). Mereka yang tidak berisiko, masyarakat sehat tidak perlu pakai masker bila seperti itu efisiensi harganya akan rasional sendiri, kalau tidak efisien maka muncul irasionalitas, percuma kita bikin peraturan apapun," kata Terawan.

Dia mengaku ia pribadi sudah mengecek ke pabrik-pabrik pembuatan masker mengenai kesiapan produksi masker

"Pembuatan memang kosong kalau diorder, tapi mereka sebenarnya mereka sudah punya orderan ke pusat-pusat kesehatan. Mereka semua prioritasnya ke sarana-sarana kesehatan. Sudah saya cek, RS juga punya persediaan," kata Terawan.

Tercatat hingga Selasa (17/2) pagi, sudah ada 1.775 korban jiwa meninggal akibat COVID-19 atau virus Corona jenis baru menurut Komisi Kesehatan Nasional China.

Jumlah total kasus yang dilaporkan sebanyak 70.548, dengan 10.844 di antaranya telah menjalani perawatan dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Lebih dari 94 persen kasus baru pada minggu berada di Provinsi Hubei, episentrum wabah virus corona.

Sebanyak 355 orang yang positif COVID-19 berada di sebuah kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina di Jepang. Mereka sudah dipindahkan ke rumah-rumah sakit Jepang.

Kapal yang membawa 3.700 penumpang dan awak itu menjadi tempat dengan jumlah tertinggi orang di luar China yang terinfeksi COVID-19. Terdapat 78 warga negara Indonesia (WNI) di atas kapal tersebut dinyatakan negatif terinfeksi virus Corona.

Sedangkan 237 WNI dan 1 orang WNA yang dievakuasi dari Provinsi Hubei juga sudah dinyatakan lulus masa obeservasi COVID-19 selama 14 hari di Natuna, kepulauan Riau sehingga telah dipulangkan ke daerah asal masing-masing.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah peserta observasi di Natuna mencapai 285 orang yang terdiri dari 237 WNI yang tinggal Provinsi Hubei dan satu WNA yang merupakan suami dari seorang WNI, tim Aju dari KBRI Beijing berjumlah 5 orang, 42 orang kru penjemput yaitu kru pesawat Batik Air (18 orang), Kemenkes (3 orang), Kemenlu (3 orang), anggota tim kesehatan TNI (8 orang) dan tim pengamanan TNI (10 orang).*

Baca juga: Menkes: WNI yang diobservasi di Natuna dapat sertifikat kesehatan

Baca juga: Menkes: Silakan riset, tapi jangan diskreditkan suatu negara

Baca juga: Tanggapi riset Harvard,Menkes: Kita sudah sesuai standar internasional

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020