meskipun dinamika yang mendasari mata uang sebagai tempat berlindung yang aman akan menjaga mata uang Jepang dalam daftar mata uang unggul
New York (ANTARA) - Dolar AS turun terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah survei terhadap manajer pembelian menunjukkan aktivitas bisnis AS di sektor manufaktur dan jasa terhenti pada Februari dan karena investor cemas atas Virus Corona yang menyebar cepat.

Indeks Manajer Pembelian (PMI) sektor jasa dari IHS Markit turun menjadi 49,4 bulan ini, terendah sejak Oktober 2013 dan menandakan bahwa sektor yang menyumbang sekitar dua pertiga dari ekonomi AS mengalami kontraksi untuk pertama kalinya sejak 2016. Ekonom yang disurvei oleh Reuters telah memperkirakan angka 53.

Sektor manufaktur nyaris lolos dari kontraksi, dengan indeksnya berada di 50,8, terendah sejak Agustus. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi dan angka di bawahnya menunjukkan kontraksi

Terhadap sekeranjang enam mata uang lainnya, dolar AS turun 0,59 persen. Indeks dolar sehari sebelumnya sempat berada pada 99,864, hanya sedikit dari tanda 100, level yang tidak tersentuh dalam hampir tiga tahun.

Baca juga: Bursa saham Inggris ditutup melemah, Indeks FTSE 100 turun 0,44 persen

Euro menguat 0,68 persen terhadap greenback. Aktivitas bisnis di zona euro meningkat lebih tinggi dari yang diharapkan bulan ini, sebuah survei bisnis menunjukkan pada Jumat (21/2/2020), dalam berita baik bagi para pembuat kebijakan di Bank Sentral Eropa (ECB), yang mencoba untuk menghidupkan kembali pertumbuhan dan inflasi rendah kronis.

"Akhirnya ada tanda-tanda bahwa zona euro memang dapat pulih, mungkin lambat, dan jika semuanya berjalan seperti kontraksi di sini di AS, itu bermain buruk untuk uang," kata Juan Perez, pedagang senior valuta asing dan ahli strategi di Tempus Inc.

Kelemahan luas dolar dan meningkatnya permintaan untuk safe haven membantu yen mundur dari level terendah 10 bulan di sesi sebelumnya.

Baca juga: Harga emas melonjak 28,3 dolar, dipicu khawatir ekonomi global jatuh

Yen, yang kehilangan dua persen terhadap dolar dalam dua hari sebelumnya di tengah kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi Jepang, naik kembali 0,5 persen terhadap greenback pada Jumat (21/2/2020).

Kasus-kasus Virus Corona di Korea Selatan dan Jepang, ditambah dengan berita ekonomi suram minggu ini dari Jepang yang menggerakkan pembicaraan bahwa negara ini sudah dalam resesi, menekan mata uang Jepang minggu ini.

"Pada dasarnya, kasus ini jelas merupakan yang bearish untuk yen, meskipun dinamika yang mendasari mata uang sebagai tempat berlindung yang aman akan menjaga mata uang Jepang dalam daftar mata uang unggul," kata Jonathan Coughtrey, direktur pelaksana di Action Economics, dalam sebuah catatan.

Yen biasanya naik selama tekanan geopolitik atau finansial karena Jepang adalah negara kreditor terbesar di dunia.

Baca juga: Bursa Saham Tokyo melemah, Indeks Nikkei ditutup jatuh 92,41 poin

Virus Corona baru telah menginfeksi ratusan orang di penjara-penjara China, kata pihak berwenang pada Jumat (21/2/2020), berkontribusi pada lompatan dalam kasus yang dilaporkan di luar pusat epidemi di provinsi Hubei, termasuk 100 lainnya di Korea Selatan.

Dolar Australia pulih menjadi diperdagangkan naik 0,2 persen terhadap mitra AS setelah tergelincir ke level terendah 11-tahun sehari sebelumnya. Dampak epidemi Virus Corona di China, pasar ekspor terbesar bagi Australia, telah menekan Aussie dalam sesi-sesi terakhir. Dolar Selandia Baru naik 0,41 persen, mundur dari level terendah lebih dari tiga bulan pada Kamis (20/2/2020).

Sterling naik terhadap dolar setelah pabrik-pabrik Inggris melaporkan kenaikan tercepat dalam produksi selama 10 bulan pada Februari, meredakan beberapa kekhawatiran terhadap ekonomi ketika Inggris bersiap untuk pembicaraan perdagangan dengan Uni Eropa. Pound naik 0,72 persen terhadap greenback.

Baca juga: Rupiah Jumat sore melemah, dibayangi bertambahnya korban Virus Corona

Baca juga: IHSG akhir pekan ditutup jatuh 60,23 poin, dipicu aksi ambil untung

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020