Jakarta (ANTARA) - Staff khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor Minerba Irwandy Arif mengatakan tujuan rancangan omnibus law cipta kerja salah satunya masih adanya "hyper regulasi" atau tumpang tindih aturan di sektor pertambangan.

"Ini tentu saja untuk membuka peluang penciptaan lapangan kerja, sebab dampak yang diharapkan salah satunya adalah meningkatkan daya saing bangsa dalam soal pertambangan," kata Irwandy Arif di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut, ia juga berpendapat bahwa sumber mineral di Indonesia masih dianggap sebagai modal, oleh karena itu pangkal dari permodalan adalah menunjang peminatan investasi.

Baca juga: Staf khusus : Smelter Freeport di bawah kewenangan Kemenperin

Dengan meningkatnya investasi maka akan banyak lapangan kerja yang tercipta sehingga meningkatkan pula kesejahteraan masyarakat, menurutnya.

Namun, pandangan berbeda dilontarkan oleh peneliti auriga Iqbal Damanik, ia berpendapat bahwa omnibus law tersebut khususnya sektor pertambangan banyak meninggalkan frasa-frasa yang multitafsir atau standard ganda.

"Izin usaha tidak ada, yang ada izin berusaha, tapi banyak frasa yang terlewati. Misalkan IUPK, apakah lupa dihapus? Ini berbahaya kalau sudah diketok tapi ada frasa yang belum dihapus, bisa menjadi celah lemah regulasi," katanya.

Baca juga: Pemerintah berencana gelar roadshow Omnibus Law Ciptaker pekan ini

Tentu saja hal itu akan merugikan negara dari segi besaran eksploitasi yang dilakukan nantinya. Selain itu, untuk pasal hilirisasi juga dianggap masih lemah, sebab tidak ada sinkronisasi dengan pasal lainnya yang bersinggungan

"Pasal hilirisasi masih lemah, sebab banyak pasal yang tidak sinkron atau banyak celah," tegasnya. Ia mengatakan menurutnya perlu untuk ditinjau lagi dampak-dampaknya selain berfokus hanya pada investasi saja.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020