Ambon (ANTARA) - DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur berharap nantinya keputusan politik yang dikeluarkan DPRD provinsi usai melakukan peninjauan lingkungan hutan di Kecamatan Siwalalat (SBT) bersifat proterhadap masyarakat adat setempat.

"Kami minta dengan hormat seluruh pimpinan dan anggota DPRD khususnya Komisi II yang akan melakukan on the spot ke lapangan pada akhirnya punya putusan-putusan politik yang proterhadap warga SBT," kata anggota DPRD Kabupaten SBT, Constansius Kolatfeka di Ambon, Rabu.

Penegasan tersebut disampaikan berkaitan dengan rencana komisi II DPRD Maluku akan melakukan on the spot ke Kecamatan Siwalalat berkaitan dengan laporan Gerakan Save Sabuai atas PT SBM yang melakukan penebangan hutan.

Perusahaan ini dinilai melakukan pengrusakan hutan dengan modus mengantongi izin perkebunan pala, tetapi melakukan penebangan kayu karena memiliki izin pengelolaan kayu (IPK) dari Dinas Kehutanan Provinsi Maluku.

Menurut Constansius, kehadiran investor di Seram Timur harus menjunjung tinggi kearifan lokal masyarakat setempat sebagai kabupaten yang beradab sehingga perlu menjaga eksistensi masyarakat hukum adat.

"Hal ini sudah ditegaskan dalam pasal 18 UUD poin B 1945 serta putusan MK Nomor 35 Tahun 2012 bahwa tidak ada hutan negara tetapi yang ada itu hutan adat," tandasnya.

Kemudian dalam undang-undang tentang lingkungan hidup juga telah mengatur tentang masalah izin amdal harus dikantongi dan kita berharap perusahaan ini mestinya sudah memenuhi berbagai persyaratan dokumen amdal dan kita juga mau ikuti dokumen lainnya seperti RKL dan RPL.

Apa tidak adakah dokumen pemantauan dan rencana pengelolaan lingkungan, baik per triwulan, semester, atau pun per tahun.

"Kalau tidak dokumen-dokumen dalam kaitannya dengan pengawasan lingkungan, maka saya kira untuk memperkuat putusan politik yang ada di DPRD kabupaten maupun provinsi dalam rangka kunjungan lapangan nanti bahwa dokumen rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan itu menjadi syarat mutlak untuk mendudukkan pengawasan terhadap lingkungan," ujarnya.

Terkait pernyataan Kadis Kehutanan Maluku bahwa hak-hak negara perlu dibayar saat penebangan hutan, maka sebagai warga Kabupaten SSBT, pemerhati lingkungan, dan juga anggota DPRD kabupaten, dia meminta hak warga yang ada di wilayah konsesi hutan juga dibayar.

Baca juga: Masyarakat adat Sigi minta TNLL legalkan pengelolaan hutan secara adat

Baca juga: Pemerintah diharapkan dukung masyarakat adat untuk jaga hutan

Baca juga: Hutan Adat, sebuah warisan untuk generasi mendatang

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020