Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017, lembaganya siap membahas bersama Pemerintah terkait enam variasi pelaksanaan Pemilu yang menjadi salah satu rekomendasi MK.

"Ada enam varian yang bisa dilakukan pembahasan antara Pemerintah dan DPR RI," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, apa yang sudah diputuskan MK merupakan keputusan final dan mengikat dan ada enam varian pelaksanaan Pemilu yang diberikan MK sebagai alternatif.

Dia mengatakan, dari enam varian itu, mana yang terbaik dan apa yang akan dipilih, akan diputuskan setelah pembahasan mendalam antara Pemerintah dan DPR.

"Kami tentu mengapresiasi keputusan ini meskipun final dan mengikat namun ada varian-varian yang menjadi alternatif sehingga hal-hal yang kemarin terjadi secara negatif seperti ada korban, petugas bekerja terus menerus hingga kelelahan, tidak terulang di Pemilu 2024," ujarnya.

Dia berharap apa yang diputuskan adalah tidak merugikan rakyat dan bermanfaat bagi rakyat dan proses demokrasi partai tidak berjalan sendiri-sendiri namun menjadi satu keputusan yang bermanfaat bagi partai tersebut.

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyoal pelaksanaan pemilu serentak menyebabkan banyak petugas menjadi korban.

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, mengatakan MK berpendirian pemisahan pemilu presiden-wakil presiden dengan pemilihan legislatif pusat bertentangan dengan UUD NRI 1945.

"Mahkamah berpendirian bahwa pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan pemilihan umum anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak," kata hakim konstitusi Saldi Isra, saat membacakan putusan, di gedung MK, Jakarta, Rabu (26/2).

Menurutnya, MK tetap menganggap setidaknya ada enam variasi pemilu serentak yang tetap sah sepanjang sejalan dengan penguatan sistem presidensial. Yang membedakannya adalah kombinasi pesertanya.

Pertama, sebagaimana yang selama ini berjalan, yakni pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden-wakil presiden.

Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, gubernur, dan bupati/wali kota.

Opsi selanjutnya, pemilu anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, anggota DPRD, gubernur dan bupati/wali kota.

Keempat, pemilu yang memberi jeda antara pemilu serentak nasional dan daerah. Bentuknya, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden.

Selang beberapa waktu kemudian dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota.

Kelima, pemilu serentak dengan memisahkan antara pemilu nasional, pemilu tingkat provinsi, dan pemilu tingkat kabupaten/kota.

Keenam, MK juga membolehkan pemilu serentak jenis lain sepanjang pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wapres digelar bersamaan.

Baca juga: DPR enggan terburu-buru proses RUU Omnibus Law

Baca juga: Puan: Anggota KPU baru harus bekerja profesional

Baca juga: DPR gelar paripurna, umumkan Komisioner KPU pengganti Wahyu

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020