Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilu seperti rasa pakar karena isinya terkait variasi pilihan model keserentakan pemilu mengesankan lembaga itu gamang memutuskan perkara yang diajukan pemohon.

"Padahal MK tinggal menguji pasal apakah bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945 bukan malah membuat norma baru yang variatif. Maka tidak salah jika ada anggapan bahwa putusan MK rasa pakar," kata Baidowi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Dia menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat sehingga harus dilaksanakan dalam penyusunan UU Pemilu mendatang.

Namun dia menyesalkan bahwa hakim MK mengabaikan fakta bahwa banyaknya korban meninggal dari unsur penyelenggara pemilu ad hoc terutama KPPS ketika Pemilu 2019.

"Karena itu dalam putusannya, MK tetap menekankan keserentakan Pemilu nasional," ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyoal pelaksanaan pemilu serentak menyebabkan banyak petugas menjadi korban.

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, mengatakan MK berpendirian pemisahan pemilu presiden-wakil presiden dengan pemilihan legislatif pusat bertentangan dengan UUD NRI 1945.

"Mahkamah berpendirian bahwa pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan pemilihan umum anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak," kata hakim konstitusi Saldi Isra, saat membacakan putusan, di gedung MK, Jakarta, Rabu (26/2).

Menurutnya, MK tetap menganggap setidaknya ada enam variasi pemilu serentak yang tetap sah sepanjang sejalan dengan penguatan sistem presidensial. Yang membedakannya adalah kombinasi pesertanya.

Pertama, sebagaimana yang selama ini berjalan, yakni pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden-wakil presiden.

Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, gubernur, dan bupati/wali kota.

Opsi selanjutnya, pemilu anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, anggota DPRD, gubernur dan bupati/wali kota.

Keempat, pemilu yang memberi jeda antara pemilu serentak nasional dan daerah. Bentuknya, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden.

Selang beberapa waktu kemudian dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota.

Kelima, pemilu serentak dengan memisahkan antara pemilu nasional, pemilu tingkat provinsi, dan pemilu tingkat kabupaten/kota.

Keenam, MK juga membolehkan pemilu serentak jenis lain sepanjang pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wapres digelar bersamaan.

Baca juga: Perludem harapkan Pemilu serentak nasional dan daerah dipisah

Baca juga: DPR siap bahas bersama Pemerintah terkait enam variasi Pemilu

Baca juga: MK tolak gugatan, pelaksanaan Pemilu tetap serentak

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020