Jakarta (ANTARA) - Sepi, adalah kesan pertama saat sampai di Stasiun Taitung, Taiwan.

Untuk ke Kabupaten Taitung yang berada di Timur Taiwan itu, Anda mesti menempuh perjalanan sekitar empat jam dengan menggunakan kereta ekspres atau tujuh jam menggunakan kereta reguler dari Ibu Kota Taiwan, Taipei.

Atau bisa juga menggunakan pesawat dari Taipei dengan perjalanan sekitar 50-60 menit.

Tak banyak orang berlalu-lalang di staisun, suasana riuh terjadi sebentar saat para penumpang turun dari kereta, lalu kembali senyap ketika mereka telah pergi.

Dari stasiun Taitung, butuh sekitar 1,5 jam dengan bus kota atau sekitar 20 menit dengan kendaraan pribadi untuk sampai ke pusat kotanya.

Namun, bus umum tak tersedia setiap saat, pilihan paling praktis untuk menuju pusat kota dan berkeliling Kabupaten Taitung adalah menggunakan kendaraan pribadi.

Jika hanya pergi sendiri atau berdua menyewa motor adalah pilihan paling efektif.

Mencari tempat penyewaan motor tidak sulit, begitu keluar dari stasiun kita dapat menemukan banyak tempat banyak penyewaan motor dengan harga yang bervariasi.

Berkisar 400-500 dolar baru Taiwan (Rp180 ribu - Rp289 ribu saat dikonversikan pada 25 Februari 2020) per hari.

Surat izin mengemudi (SIM) internasional bisa digunakan untuk berkendara di Taitung, namun beberapa tempat penyewaan meminta pengendara untuk memiliki SIM lokal.

Oleh sebab itu pelancong mancanegara perlu pandai mencari tempat penyewaan yang menerima SIM internasional.

Kabupaten Taitung yang dikepung oleh gunung dan pantai memang tergolong daerah pedesaan, kebanyakan pelancong yang datang adalah wisatawan lokal. Tak heran kalau sebagian besar masyarakat di sana tidak bisa berbahasa Inggris.

Jadi bagi para pelancong dari luar Taiwan dapat mempersiapkan alat bantu komunikasi seperti aplikasi penerjemah agar dapat berkomunikasi dengan masyarakat lokal.

Baca juga: Wisata ke Kuil Sensoji Asakusa Tokyo

Baca juga: Napak tilas Tora-san di Shibamata

Baca juga: Tertarik menginap di Kastil tua Jepang? Tarifnya Rp129 juta semalam
Situasi jalanan di Kabupaten Taitung, Taiwan. (Antara/Aubrey Fanani)


Saat hendak menyewa motor di muka stasiun, dengan berbahasa Mandarin petugas menolak SIM internasional yang saya punya langsung menunjuk kertas bergambar SIM Taiwan.

Saya yang tak langsung mengerti hanya mengangguk bingung. Saya meminta dia mengulang perkataanya dan menerjemahkannya dengan aplikasi penerjemah.

“Kamu butuh SIM lokal, di sini tidak bisa SIM internasional,” kata dia dalam bahasa Mandarin yang saya pahami lewat aplikasi penerjemah tadi.

Lalu dia menunjuk satu tempat yang dapat membuatkan SIM lokal, saya pun langsung menuju tempat tersebut.

Setelah berkomunikasi dengan petugas setempat, yang lagi-lagi dengan bantuan aplikasi penerjemah. Dia mengatakan saya tak butuh SIM lokal karena Taitung menerima SIM Internasional. Lalu dia membantu saya untuk menemukan tempat penyewaan motor yang mau menerima SIM internasional.

Beruntung kali ini pemilik tempat penyewaan dapat berbahasa Inggris.

Untuk dapat menyewa motor, dia meminta fotokopi paspor, SIM internasional dan nomor kartu kredit.

Nomor kartu kredit ini dibutuhkan, jika kita melakukan pelanggaran maka polisi setempat akan mengirimkan denda tilang ke pemilik motor. Setelah itu penyewa akan menagihkan denda itu lewat kartu kredit kita.

Baca juga: Pilih tur ke Jepang atau Eropa?

Baca juga: Semenanjung Kunisaki, wisata "anti-mainstream" di Jepang


Agar tidak kena denda, alangkah baiknya pelancong menanyakan beberapa aturan yang tak boleh dilanggar selama berkendara di kawasan tersebut. Berkendara di Taiwan berbeda dengan di Indonesia, kendaraan di sana menggunakan sisi kanan jalan.

"Kendaraan juga tak boleh melaju di atas 60 km/jam. Selain itu tidak boleh masuk ke jalan yang bergaris kuning karena itu adalah jalur mobil. Kemdian tidak boleh parkir di pinggir jalan yang garisnya berwarna kuning dan merah," jelas si penyewa kendaraan.

Setelah semua selesai, penyewa meminta saya mengambil helm dan mencoba kendaraan yang saya sewa untuk memastikan kendaraan itu baik-baik saja.

Berjalan di jalur kanan butuh penyesuaian, tetapi tidak terlalu sulit karena selama perjalanan menuju pusat kota, tak banyak kendaraan berlalu-lalang. Hanya ada satu-dua yang melintas.

Namun bukan berarti membuat perjalanan menjadi membosankan, sepanjang jalan mata dimanjakan dengan pemandangan gunung yang berjajar mengelilingi daerah itu.

Ditambah dengan kualitas udara Taitung yang tergolong bersih karena emisi lingkungannya terbilang minim.

Baca juga: Mengenal sejarah Busan di Taman Taejongdae

Baca juga: Jalan-jalan seharian di Seoul tanpa menguras isi kantong ada di sini

Baca juga: Gangwon suguhkan sensasi wisata musim dingin di Korsel
Kota Taitung

Taitung merupakan rumah bagi sekitar 35 persen masyarakat adat Taiwan, presentase itu adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Taiwan.

Budaya masyarakat setempat dan pemandangan alam menjadi kekuatan dalam pariwisatanya. Namun bukan berarti, Taitung tak punya geliat kehidupan urban.

Cobalah pergi ke staisun kereta tua Taitung yang diubah menjadi taman seni. Waktu yang paling tepat untuk menikmati taman ini adalah sore hari.

Di taman itu, ada rangkaian kereta berwarna jingga yang biasa menjadi spot berfoto bagi para wisatawan. Tak hanya itu banyak instalasi seni di taman tersebut yang juga dapat dijadikan tempat berfoto.

Di sana banyak berbagai toko kerajinan seni dan cafe-cafe unik yang dapat didatangi untuk menikmati secangkir teh.

Saya sempat mendatangi salah satu toko skateboard yang beroperasi di taman tersebut. Karena masih dalam suasana tahun baru imlek dia pun menawarkan diskon untuk papan yang dirakit.

Dia pun bercerita bahwa setiap sore, dia dan teman-temannya biasa berlatih bermain skateboard di lapangan yang tak jauh dari taman itu.

"Kami biasa ngumpul di toko ini sekitar pukul dua siang, kemudian kami berangkat bersama-sama ke sana dan latihan," kata dia.

Tak jauh dari taman bekas staisun kereta, ada taman musik bernama Desa Musik Tiehua, mungkin dibutuhkan perjalanan sekitar lima menit dengan berjalan kaki.

Waktu terbaik untuk mengunjungi Desa Musik Tiehua adalah malam hari. Pengunjung bisa menikmati cahaya dari lentera-lentera kertas yang tergantung di sepanjang jalan Desa Musik Tiehua. Lentera-lentera itu dibuat oleh anak-anak Taitung .

Baca juga: Mengunjungi Jagalchi, salah satu pasar ikan terbesar Asia

Baca juga: Melihat "Santorini Korea" di Gamcheon
Lentera di Desa Musik Tiehua, Kota Taitung, Taiwan. (Antara/Aubrey Fanani)


Tak hanya menikmati lentera, saat malam hari banyak musisi-musisi unjuk kemampuan. Ada yang bermain biola, bernyanyi sambil memainkan gitar hingga memainkan musik dengan siulan.

Meski tak hiruk-pikuk, suasana di Desa Musik Tiehua cukup semarak. Tempat ini juga menjadi tempat terbaik jika ingin membeli oleh-oleh dari Taitung.

Arsitektur toko-toko di sana dikonsep modern dan minimalis dengan menggunakan kontainer bekas. Toko cinderamata di sana banyak menjual kerajinan tangan suku-suku asli Taiwan.

Setiap toko menjual barang-barang khusus buatan tangan, sehingga satu dengan lainnya tidak menjual produk yang sama. Sepintas motif dari karya-karya suku-suku Taiwan mirip dengan suku-suku yang ada di Indonesia,seperti anyaman, kerajinan dari manik-manik dan lainnya.
 
Kerajinan tangan suku-suku di Taiwan, Kota Taitung, Taiwan. (Antara/Aubrey Fanani)


Hal itu karena nenek moyang penutur austronesia yang menjadi salah satu akar dari nenek moyang orang Indonesia berasal dari Taiwan.

Tak hanya kerajinan tangan, makanan seperti kue nanas, kue karamel, teh oolong, beras, quinoa menjadi buah tangan yabg tak boleh dilupakan jika mengunjungi kabupaten terbesar ketiga di Taiwan ini.

Baca juga: Wisata kapal pesiar makin digandrungi generasi milenial

Baca juga: Wisata ramah muslim di Taiwan disokong dua lembaga sertifikasi halal

Baca juga: Wisata minum teh Taiwan diunggulkan untuk wisatawan Muslim Indonesia

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020