Denpasar (ANTARA) - Anggota DPD RI Dapil Bali Made Mangku Pastika mengatakan aspek politik menjadi penting untuk diperhatikan dalam memuluskan perjuangan pembahasan RUU Provinsi Bali di Senayan.

"RUU Provinsi Bali ini sifatnya sangat mendesak dan penting, sehingga seharusnya seluruh komponen masyarakat Bali ikut berjuang," kata Pastika saat menyerap aspirasi mengenai RUU Provinsi Bali dari sejumlah akademisi, perwakilan parpol, Biro Hukum dan Kelompok Ahli Pembangunan Pemprov Bali, di Denpasar, Senin malam.

Baca juga: Koster: RUU Provinsi Bali bukan untuk bentuk daerah otsus

Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, penyerapan aspirasi tersebut juga menjadi langkah untuk menyamakan persepsi dari berbagai komponen dan tokoh-tokoh di Bali

Dengan posisinya sebagai anggota DPD yang mewakili daerah dan RUU Provinsi Bali mengatur daerah, kata Pastika, sehingga menjadi salah satu domain utama yang turut diperjuangkannya.

"Mari kita bicara dari hati ke hati supaya kita kompak. RUU Provinsi Bali ini sesungguhnya perjuangan dari lama. Dari dulu ngomongin begini-begini tetapi akhirnya dulu 'nggak' jadi-jadi," ucap pria yang juga mantan Kapolda Bali itu.

Baca juga: Ketua DPR dukung usulan RUU Provinsi Bali

Pastika pun mengharapkan Pemerintah Provinsi Bali dapat intensif melakukan lobi-lobi politik agar jangan sampai RUU Provinsi Bali hilang lagi pembahasannya seperti yang dulu pernah diperjuangkan saat masih menjabat Gubernur Bali.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengingatkan Pemerintah Provinsi Bali agar menyiapkan sejumlah regulasi turunan dari RUU Provinsi Bali.

"Mungkin sudah bisa disiapkan turunannya, sehingga ketika disahkan, turunannya sudah siap. Minimal perda-perdanya yang menyangkut tata ruang, pembiayaan, masalah keuangan, keistimewaan kita dan sebagainya," ujarnya.

Baca juga: Pasek harapkan senator terpilih serius perjuangkan UU Provinsi Bali

Sementara itu, Koordinator Kelompok Ahli Pembangunan Pemprov Bali Prof Dr drh I Made Damriyasa mengajak seluruh komponen masyarakat Bali untuk berjuang bersama-sama supaya huruf "R" dalam RUU Provinsi Bali segera hilang.

"Mari kompak kita berjuang. Saya kira wajar masih ada pertanyaan karena bahan-bahan dalam RUU Provinsi Bali ini masih menjadi pembahasan di Badan Keahlian DPR RI," ucapnya.

Politikus Partai Demokrat Putu Suasta mengatakan harus jelas item-item yang dikawal dalam RUU tersebut supaya jangan sampai ada pasal yang hilang. "Ingat dalam pertarungan politik tidak ada belas kasihan," katanya.

Komang Suarsana, perwakilan DPD Partai Golkar Bali ini dalam pernyataan sikap partainya mengatakan RUU Provinsi Bali ini murni bisa mengimplementasikan kearifan lokal dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi.

"Kita harus menutup image dalam RUU Provinsi Bali untuk perjuangan otsus. Jangan sampai komponen masyarakat Bali memberikan image perjuangan otsus lagi," ucapnya.

Akademisi Universitas Udayana Prof Dr I Made Arya Utama mengatakan seberapa besar lobi-lobi politik dengan sesama anggota parpol, dengan DPD dan pihak-pihak lainnya itu sama-sama memiliki peran. "Proses pembentukan UU meskipun merupakan produk hukum, namun tetap ada proses politik yang harus dijaga," ucapnya.

Sebelumnya Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa pengajuan pembahasan RUU Provinsi Bali ke DPR RI bukan untuk membentuk daerah otonomi khusus, melainkan untuk memperkuat otonomi di tingkat kabupaten/kota.

"Otonomi tetap di tingkat kabupaten/kota, dan melalui RUU Provinsi Bali, kami harapkan justru ketimpangan kabupaten/kota di Bali segera teratasi," ujar Koster

Gubernur Koster menyebutkan sejumlah alasan mendasar terkait pengajuan RUU Provinsi Bali. Salah satunya yang termasuk fundamental ialah bahwa Bali dibentuk dengan Undang-Undang 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang masih berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Padahal, saat ini Indonesia menggunakan UUD 1945 dengan bentuk negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan berbentuk federal seperti halnya zaman RIS

"Jadi (UU No 64 Tahun 1958, red) sudah tidak relevan lagi. Saat itu (RIS, red), misalnya namanya masih Sunda Kecil dan Ibu Kotanya di Singaraja. Dan ibu kota Provinsi Bali sekarang adalah Denpasar. Sekarang kita kan NKRI, Bali bagian NKRI. Jadi kalau pakai Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1950, Bali, NTB dan NTT kan negara bagian (Federal). Jadi undang-undang ini memang harus diubah," ucapnya.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020