Saya lihat pemberitaan virus COVID-19 di Indonesia tidak mengindahkan aspek privasi pasien. Hal ini tidak boleh dibiarkan. Walaupun belum ada Undang-Undang Perlindungan Data Prbadi (UU PDP), setiap orang perlu dijaga privasinya. Itu hak fundamental s
Kuala Lumpur (ANTARA) - Pakar hukum siber (cyberlaw) Universitas Islam Antarbangsa Malaysia (IIUM) asal Indonesia Associate Prof Dr Sonny Zulhuda mengatakan bahwa pemberitaan kasus virus COVID-19 di Tanah Air harus mengindahkan privasi pasien.

"Saya lihat pemberitaan terkait kasus virus COVID-19 di Indonesia tidak mengindahkan aspek privasi pasien. Hal ini tidak boleh dibiarkan. Walaupun belum ada Undang-Undang Perlindungan Data Prbadi (UU PDP), setiap orang perlu dijaga privasinya. Itu hak fundamental setiap warga," kata Sonny Zulhuda yang juga konsultan Kantor Komisioner PDP Malaysia itu di Kuala Lumpur, Selasa.

Penasihat Komite Revisi Undang Undang PDPA Malaysia tersebut mengatakan sekarang ini media malah menyoroti kehidupan pribadinya.

"Sekarang yang ada malah memburu pasien, menyebarkan data pribadinya bahkan menyoroti kehidupan personalnya. Untuk keperluan medis atau manajemen krisis (crisis management) masih bisa dibuka data pribadinya. Namun kalau sekadar pemberitaan umum sebaiknya tidak diumbar," katanya.

Dia mengatakan dalam draft RUU PDP nanti pihak rumah sakit dan pemerintah mesti memastikan aspek tersebut dan si pasien harus diberitahu hak dan kewajibannya terkait data pribadi mereka.

"Kalau lihat pemberitaan di berbagai media luar negeri, mereka aktif memberitakan kasus per kasus, namun tidak sampai membuka data yang bersifat unik atau disebut 'unique identifier' seperti nama dan alamat. Hanya sebatas umur, pekerjaan dan juga kota domisili. Selebihnya dirahasiakan," katanya.

Dalam draft Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) disebutkan data pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. data dan informasi kesehatan.

Pasal 18 (1) Pemrosesan Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus memenuhi ketentuan adanya persetujuan yang sah dari Pemilik Data Pribadi untuk satu atau beberapa tujuan tertentu yang telah disampaikan kepada Pemilik Data Pribadi.

"Dalam pasal 17 (2) (c) RUU PDP pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan menjamin hak Pemilik Data Pribadi," kata dosen Fakultas Hukum atau Ahmad Ibrahim Kulliyyah Of Laws IIUM tersebut.

Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 disebutkan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan pelindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

"RUU PDP ini sudah masuk prolegnas. Kita memang belum terbiasa dengan norma privasi seperti ini apalagi dihadapkan pada 'kebebasan pers'," demikian Sonny Zulhuda, yang juga Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia.

Baca juga: Gubernur: Pemberitaan Bali "kota hantu" tidak benar

Baca juga: Penelitian temukan berita palsu membuat wabah penyakit bertambah buruk

Baca juga: Berita bohong bisa memperburuk kondisi wabah virus corona

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020