nelayan-nelayan skala kecil harus berkompetisi dengan kapal-kapal besar di lautan Indonesia. Kondisi ini jelas akan merugikan kehidupan nelayan skala kecil
Jakarta (ANTARA) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja berpotensi membuka operasionalisasi investasi kapal berukuran besar sehingga tidak menguntungkan bagi kalangan nelayan kecil Nusantara.

"Pada masa yang akan datang, nelayan-nelayan skala kecil harus berkompetisi dengan kapal-kapal besar di lautan Indonesia. Kondisi ini jelas akan merugikan kehidupan nelayan skala kecil karena sumber daya perikanan akan terus dieksploitasi oleh kapal skala besar," kata Sekjen Kiara, Susan Herawati, di Jakarta, Selasa.

Menurut Susan Herawati, dalam konteks kelautan dan perikanan, RUU ini akan membuka kesempatan yang sangat besar kepada kapal-kapal asing untuk melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia.

Pada saat yang sama, masih menurut dia, nelayan-nelayan skala kecil dan nelayan tradisional disamakan dengan nelayan skala besar.

"Dengan demikian, definisi diantara kedua pelaku perikanan ini akan kabur," kata Susan.

Ia mengungkapkan, Kiara bersama-sama dengan sejumlah organisasi nelayan di Indonesia menyampaikan surat penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dengan alasan antara lain penyusunan RUU ini tidak melibatkan partisipasi publik, khususnya partisipasi masyarakat pesisir.

Selain itu, ujar dia, dari sisi substansi RUU ini akan merevisi banyak sekali UU sektoral yang dianggap akan menghambat investasi atau kemudahan berusaha.

Di tempat terpisah, lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) menginginkan beragam hal yang terkait dengan substansi sektor perikanan dapat diperjelas dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang sekarang sedang dibahas di tingkat legislatif.

"Dalam RUU Omnibus Law belum diterangkan secara jelas mengenai ketentuan (proses dan mekanisme perizinan berusaha) ini dan memerlukan Peraturan Pemerintah," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan.

Moh Abdi Suhufan menyatakan, dalam aturan UU Perikanan, ketentuan tersebut telah diatur secara jelas melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Ia berpendapat bahwa dengan belum diaturnya mekanisme perizinan berusaha membuka celah dan ruang terjadinya negosiasi antara pelaku usaha dengan pemerintah mengingat telah banyak aturan resmi yang sebelumnya telah berlaku justru telah dihilangkan melalui UU Omnibus law.

Koordinator Nasional DFW Indonesia juga mengingatkan agar Omnibus Law jangan sampai menghilangkan keberadaan Komisi Nasional yang mengkaji sumberdaya ikan berarti menghilangkan instrument sains dan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan sumber daya ikan.

"Padahal ikan merupakan sumber daya alam yang dinamis sehingga dalam pengelolaannya memerlukan data, analisis dan perhitungan untuk mengetahui status dan tingkat pemanfaatannya dalam rangka memperkuat manajemen sumber daya ikan," kata Abdi Suhufan.



Baca juga: Nelayan jangan sampai dipersulit dengan regulasi dalam Omnibus Law
Baca juga: Kiara sebut Omnibus Law rugikan nelayan Indonesia
Baca juga: KKP gandeng perbankan untuk tingkatkan kapasitas nelayan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020