Kediri (ANTARA) - Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian bencana. Bukan hanya alam, tapi mewabahnya penyakit juga terjadi. Yang terbaru adalah mewabahnya virus corona.

Penyebaran virus corona tipe baru atau novel corona virus (Covid-19) juga terus bertambah. Hingga 4 Maret 2020 virus ini telah menjangkiti 93.160 orang di seluruh dunia. Sementara korban meninggal telah mencapai 3.198 orang dan 50.690 dinyatakan sembuh.

Hingga kini juga belum ada pengumuman secara resmi tentang obat virus tersebut. Namun, tim peneliti China telah memilih 30 jenis obat yang diharapkan mampu menangani wabah virus corona atau Covid-19. Pengujian lebih lanjut masih harus dilakukan.

Di Indonesia pun, virus corona telah masuk. Ada dua warga Jawa Barat yang positif terkena virus ini. Para ahli Indonesia pun tak henti berusaha keras mencari penangkal virus tersebut.

Salah satunya Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Mangestuti Agil. Ia mengajak masyarakat masyarakat kembali mengoptimalkan rempah tradisional atau empon-empon sebagai upaya terhindar dari virus corona yang telah masuk ke Indonesia.

Ia menjelaskan, tubuh manusia yang sehat sudah dilengkapi dengan daya imun atau kekebalan tubuh untuk menjaga dari berbagai penyakit dan virus.

Namun, saat manusia lengah dan daya imun turun maka penyakit dan berbagai virus mudah datang, serta menyebabkan tubuh menjadi sakit.

Untuk itu, menjaga agar imunitas tetap terjaga dengan baik diperlukan berbagai upaya seperti manajemen stres yang baik, menjaga pola makan, istirahat dan olahraga teratur.

Beberapa rempah itu, misalnya, kunyit yang ternyata memiliki antioksidan yang baik untuk menguatkan kekebalan tubuh. Selain itu, jahe juga bagus untuk tubuh.

Gula rempah

Rempah-rempah bisa diolah menjadi beragam produk. Salah satunya menjadi gula rempah. Dinamakan ini, karena di dalam gula merah, sebagai bahan baku utama, bukan hanya ada rasa manis, melainkan rasa rempah-rempah cukup kuat.

Salah satu usaha gula rempah itu UMKM Gula Jawa Nira Sari, milik Sri Wahyuni, warga Desa Nambaan, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kini, produk yang dibuatnya semakin diminati konsumen, dengan semakin banyaknya pesanan.

Terlebih lagi, konsumen semakin yakin bahwa rempah-rempah bagus untuk menjaga kesehatan. Hasil penjelasan dari Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Mangestuti Agil, turut lebih meyakinkan konsumennya bahwa produk yang dibuatnya bagus.

Sri menyebut, pesanan semakin berdatangan. Bukan hanya dari daerah Kabupaten Kediri, tapi luar kota bahkan luar pulau juga banyak. Mereka ingin merasakan gula rempah buatannya.

"Gula rempah yang saya buat dengan terus berjalannya waktu berkembang. Penjualan tidak hanya di dalam kota, tapi merambah hingga luar pulau," kata Sri ketika ditemui di rumahnya, Kamis (5/3).

Gula merah yang diolahnya miliknya diklaim berbeda dengan gula rempah lainnya. Dibuat dari bahan gula merah dengan kualitas bagus, rempah-rempah yang jadi bahan utama gula rempah itu juga masih segar. Selain manis, juga menyehatkan badan. Bahan ini bagus untuk menjaga metabolisme tubuh.

Sebenarnya, usaha yang digeluti Sri dan suaminya ini sudah satu tahun berjalan. Ide membuat gula rempah berawal dari hobinya yang memang selalu ingin uji coba. Berawal dari rasa bosan, karena harus menunggu jeda musim giling tebu tiba, akhirnya ide tercetus begitu saja.

Maklum, sebagai seorang distributor gula merah yang sudah belasan tahun, ia dan suami harus menunggu waktu giling tebu tiba baru mengirimkan gula merah ke pabrik kecap langganannya.

Ide tercetus begitu saja. Membuat gula rempah. Awalnya dikonsumsi sendiri, disuguhkan ke tamu-tamu, dan ternyata para tamunya sangat suka. Ia dengan suami justru diberi masukan agar membuat dalam jumlah banyak dan dijual.

Awalnya mencoba membuat gula rempah dengan bahan baku dari gula tebu serta jahe. Hasil produknya dipamerkan di pekan budaya yang digelar oleh Pemkab Kediri dan ternyata sambutan pembeli sangat baik.

Dirinya bahkan diikutsertakan dalam pameran di Surabaya, sehingga produk miliknya lebih dikenal. Bahkan, setelah pameran itu pesanan tidak berhenti mengalir dan terus ada hingga saat ini.

Dalam satu bulan, rata-rata bisa membuat hingga 4 kuintal gula rempah. Varian gula rempah yang dibuatnya juga beragam. Selain ada rasa jahe, juga ada rasa kunir, cengkih, sere, dan beragam tanaman rempah-rempah lainnya.

Gula rempah miliknya juga pernah dilakukan uji coba oleh konsumennya, dan ternyata kandungannya memang bagus. Di gula rempah yang dibuatnya juga tidak ada campuran bahan kimia, murni dari bahan alam yakni gula tebu dan rempah-rempah.

"Saat pameran di Surabaya, produk saya dibeli 1 kilogram. Dan, ternyata diolah jadi sirup. Ini, dia berminat lagi beli 5 kilogram. Dia punya usaha membuat produk herbal, jadi katanya mau jadi bahan baku juga," tutur Sri.

Untuk membuat gula rempah, Sri mengatakan awalnya beragam rempah-rempah ditakar dan dihaluskan.

Caranya dengan diparut. Setelah itu, diperas untuk diambil sarinya. Seluruh air dari sari rempah itu lalu dimasak. Gula dimasukkan hingga benar-benar tanak lalu dicetak.

Proses cetak juga tak memerlukan waktu lama. Alat cetak sebelumnya dimasukkan air, agar mudah untuk dilepas nantinya.

Setelah itu, satu per satu gula dimasukkan ke dalam wadah cetakan. Ditunggu hingga dingin, gula mengeras, dan siap dikeluarkan dari cetakan. Jadinya, aroma rempah sudah langsung semerbak tatkala gula dikeluarkan dari cetakan.

Bukan hanya dari manusia yang mampu merasakan bau manis serta harumnya rempah. Tak jarang, lebah madu, bahkan tawon vespa ikut nimbrung mengambil sari dari manisnya gula.

Bahkan, tak jarang karung tempat gula ditaruh sobek, setelah dirusak gerombolan tawon. Mereka berkerumun dan tak mau pergi. Diusir pun, lebah-lebah dan tawon itu tetap kembali.

Bahan baku naik

Membuat gula rempah tentunya tidak terlepas dari rempah-rempah sebagai bahan utamanya. Bahannya beragam, ada jahe, kunyit, temulawak, dan beragam bahan lainnya.

Sebenarnya, seluruh bahan baku mudah didapat. Namun, saat ini ada sejumlah bahan yang harganya terus naik, salah satunya jahe. Sebelumnya, harganya adalah Rp33 ribu per kilogram, kini naik hingga Rp47 ribu per kilogram.

Terlebih lagi, adanya informasi bahwa rempah-rempah terutama jahe baik untuk menangkal virus corona, membuat ia harus memutar otak agar dapat harga lebih murah.

Untuk bahan lain nisbi stabil, misalnya, kunyit harganya Rp7.000 per kilogram, temulawak Rp7.000 per kilogram.

Sri berharap usahanya terus maju. Berbagai usaha dilakukan. Selain ikut pameran, juga gencar promosi di jejaring sosial. Bahkan, anaknya yang kini kerja di Jakarta, juga ikut gencar promosi usaha orangtuanya.

Harga jual pun masih nisbi ramah di kantong. Per kilogram, gula rempah buatan Sri dijual seharga Rp35 ribu. Kemasan itu dijualnya curah. Sedangkan yang sudah dikemas apik dengan isi delapan butir gula rempah dijualnya seharga Rp15 ribu.

Kini, penjualan juga masih mengandalkan pesanan daring. Sri berharap, ke depan produk miliknya juga tembus pasar modern, sehingga semakin banyak warga yang menikmati produknya. Bukan hanya urusan ekonomi, dirinya berharap seluruh yang menikmati gula rempah miliknya selalu diberi kesehatan.

Sementara itu, usahanya itu juga masuk survei yang dilakukan oleh Kadin Kabupaten Kediri untuk UMKM. Ia berharap, dengan survei itu nantinya usaha miliknya bisa semakin dikenal.

"Kami beruntung sekali, dari Kadin Kabupaten Kediri melakukan survei. Ini juga bagus untuk kemajuan usaha kami. Dengan itu, kami bisa mendapatkan masukan untuk perbaikan produk," ucap Sri.

Sementara itu, Gatot, salah seorang pengurus Kadin Kabupaten Kediri mengatakan pihaknya melakukan pendataan UMKM di Kabupaten Kediri dan nanti akan diikutsertakan dalam binaan.

"Nanti kami ada acara pemberian penghargaan untuk UMKM. Ini ikut mendorong agar pemilik usaha semakin bersemangat," kata Gatot.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020