Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum dari Universitas Nusa Cendana Kupang Dr. Karolus Kopong Medan, SH.Mhum mengatakan, sudah saatnya dibentuk tim mediator adat untuk menyelesaikan kasus "perang tanding" antara dua suku di Pulau Adonara yang menelan enam korban jiwa.

Tim mediator ini harus betul-betul netral, dan khusus membantu memediasi kedua belah pihak yang bertikai, agar bisa mengambil langkah-langkah penyelesaian yang dapat menyentuh keinginan dan harapan kedua belah pihak, kata Karolus Kopong Medan kepada ANTARA di Kupang, Jumat, terkait kasus "perang tanding" di Adonara.

Karolus Kopong Medan adalah doktor lulusan Undip Semarang 2007 dengan disertasi "Peradilan Pengadilan rekonsiliatif dalam tradisi adat Lamaholot.

Kopong Medan juga merupakan lulusan Magister Undip 2005 dengan tesis "Pembunuhan dalam kasus tanah dan wanita di Adonara, Flores Timur, sebuah analisis budaya hukum".

Menurut dia, langkah penyelesaian ini, lebih memadai ketimbang harus dibawa ke pengadilan atau ke hadapan aparat pemerintahan setempat.

"Karena, kalau dibawa ke ranah itu (ke pengadilan atau ke hadapan aparat pemerintahan), bagi orang Adonara, sebagai upaya untuk memutuskan tali persaudaraan di antara mereka secara adat, yang dalam bahasa Lamaholot disebut "kenetun"," katanya.

Dia mengatakan, dengan bantuan tim mediator adat ini, diharapkan kasus sengketa tanah yang menjadi akar terjadinya perang tanding ini dapat diselesaikan secara damai.

"Dalam situasi di mana sudah ada korban jiwa seperti ini, memang akan menambah kerumitan dalam upaya menyelesaikannya," katanya.

"Yang bisa dilakukan sekarang adalah upaya menciptakan situasi yang kondusif terlebih dahulu, agar masyarakat pada umumnya dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari tanpa rasa takut," katanya.

Baca juga: Redam konflik antarsuku, ratusan personel BKO dikirim ke Adonara

Menurut dia, orang-orang yang terlibat sebagai mediator adat itu betul-betul orang-orang pilihan dan netral.

"Dan untuk mengantisipasi terjadinya perang tanding atau pecahnya konflik seperti sekarang ini, maka tim mediator adat itu harus dibentuk di masing-masing desa atau merupakan gabungan dari desa-desa dalam satu kecamatan," katanya.

"Jadi ada mediator adat desa dan ada mediator adat di tingkat kecamatan," katanya menambahkan.

Sebelumnya diberitakan dalam kasus "perang tanding" memperebutkan tanah Wule Wata yang melibatkan suku Kwaelaga dengan suku Lamatokan di Desa Sandosi dan Desa Tobitika Kecamatan Witihama pada Kamis, (5/3) menewaskan enam orang.

Baca juga: Jenazah korban perang tanding di Adonara belum dievakuasi

Baca juga: Pemerintah minta masyarakat tak terprovokasi perang tanding di Adonara

Baca juga: Mahasiswa Witihama ajak milenial hindari provokasi konflik di Adonara

 

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020