Pemerintah NTT memilih Pulau Sumba sebagai pusat pengembangan bibit sapi wagyu karena kondisi alamnya sangat memungkinkan untuk pengembangan sapi ini.
Kupang (ANTARA) - Pemerintah Nusa Tenggara Timur menetapkan Pulau Sumba sebagai pusat pengembangan sapi jenis wagyu untuk memenuhi kebutuhan daging berkualitas dalam negeri maupun ekspor.

Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT, Marius Ardu Jelamu ketika dihubungi di Kupang, Minggu, mengatakan Pemerintah NTT pada 2020 menerima bantuan sperma untuk 100 bibit sapi wagyu dari Kementerian Pertanian untuk dikembangkan di provinsi tersebut.

"Pemerintah NTT memilih Pulau Sumba sebagai pusat pengembangan bibit sapi wagyu karena kondisi alamnya sangat memungkinkan untuk pengembangan sapi ini," tegas Marius Ardu Jelamu.

Baca juga: Pemprov Sumsel akan jadikan OKU Timur lumbung sapi


Menurut Marius, untuk pengembangan sapi wagyu tentu dibutuhkan pengetahuan, pengalaman, keahlian dan yang mumpuni dan Pulau Sumba sangat cocok sebagai lokasi pengembangan sapi jenis wagyu ini

"Sapi Wagyu inilah yang dikembangkan di Jepang dan dagingnya yang berkualitas dan mahal memenuhi berbagai restoran di Jepang dan negara maju lainnya. Jika ini dikembangkan di NTT tentu pakan ternak, kandang dan keseluruhan ekosistem pengelolaannya didesain sebaik mungkin dengan melibatkan para pakar," kata Marius.

Gubernur Viktor Bungtili Laiskodat menurut Marius menginginkan para peternak di NTT memelihara dan memiliki sapi Wagyu yang harganya satu ekor Rp1 miliar.

Baca juga: Pemerintah berupaya mempercepat swasembada daging, kata Mentan

Tahun ini sebut dia, Pemprov NTT akan mendapatkan bantuan sperma sapi wagyu dari Kementerian Pertanian RI melalui Dirjen Peternakan dan akan dikembangkan sejumlah investor asal Rusia.

Sapi wagyu kata Marius memiliki kecenderungan genetik berupa pemarmeran (marbling) tinggi dan memproduksi lemak tak jenuh berminyak dalam jumlah besar dengan kualitas daging sapi sangat tinggi sehingga harganya mahal. 


 

Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020